Di Tepi Sungai Itu

Cerita ini terjadi kurang lebih lima tahun yang lalu (tepatnya tanggal 31 Desember 1995). Saat itu kelompok kami (4 lelaki dan 2 perempuan) melakukan pendakian gunung. Rencananya kami akan merayakan pergantian tahun baru di sana. Sampai di tempat yang kami tuju hari telah sore, kami segera mendirikan tenda di tempat yang strategis. Setelah semuanya selesai, kami sepakat bahwa tiga orang lelaki harus mencari kayu bakar, sisanya tetap tinggal di perkemahan. Aku, Robby, dan Doni memilih mencari kayu bakar, sedangkan Fadli, Lia dan Wulan tetap tinggal di tenda. Baru beberapa langkah kami beranjak pergi, tiba-tiba Wulan memanggil kami, katanya dia ingin ikut kelompok kami saja (alasannya masuk akal, dia tidak enak hati sebab Fadli adalah pacar Lia, dan Wulan tidak ingin kehadirannya di tenda mengganggu acara mereka). Karena Fadli dan Lia tidak keberatan ditinggal berdua, kami (Robby, Doni, aku dan Wulan) segera melanjutkan perjalanan.

Ada beberapa hal yang perlu aku ceritakan kepada pembaca tentang dua orang teman wanita kami. Lia sifatnya sangat lembut, dewasa, pendiam dan keibuan. Sifat ini bertolak belakang dengan Wulan. Mungkin karena dia anak bungsu dan ketiga kakaknya semua lelaki, jadi Wulan sangat manja, tapi terkadang tomboy. Tapi di balik semua itu, kami semua mengakui bahwa Wulan sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Lia.

Tidak berapa lama, sampailah kami pada tempat yang dituju, lalu kami mulai mengumpulkan ranting-ranting kering. Sambil mengumpulkan ranting, kami membicarakan apa yang sedang dilakukan Fadli dan Lia di dalam tenda. Tentu saja pembicaraan kami menjurus kepada hal-hal porno. Setelah cukup apa yang kami cari, Robby mengusulkan singgah mandi dulu ke sungai yang tidak berapa jauh dari tempat kami berada. Wulan boleh ikut, tapi harus menunggu di atas tebing sungai sementara kami bertiga mandi. Wulan setuju saja. Singkat kata, sampailah kami pada sungai yang dituju. Aku, Robby dan Doni turun ke sungai, lalu mandi di situ. Wulan kami suruh duduk di atas tebing dan jangan sekali-kali mengintip kami.

Ketika sedang asyik-asyiknya kami berkubang di air, tiba-tiba kami mendengar Wulan menjerit karena terjatuh dari atas tebing. Tubuhnya menggelinding sampai akhirnya ia tercebur ke dalam air. Cepat-cepat kami berlari mencoba menyelamatkan Wulan (kami mandi hanya menanggalkan baju dan celana panjang, sedangkan celana dalam tetap kami pakai). Robby yang pandai berenang segera menjemput Wulan, lalu menariknya dari air menuju tepi sungai. Aku dan Doni menunggu di atas. Sampai di tepi sungai, tubuh Wulan basah kuyup. Sepintas kulihat lengan Robby menyentuh buah dada Wulan. Karena Wulan memakai T-Shirt basah, aku dapat melihat dengan jelas lekuk-lekuk tubuh Wulan yang sangat menggairahkan.

Wulan merintih memegangi lutut kanannya. Aku dan Doni terpaku tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi Robby yang pernah ikut kegiatan penyelamatan dengan sigap membuka ikat pinggang Wulan lalu mencopot celana jeans Wulan sampai lutut. Wulan berteriak sambil mempertahankan celananya agar tidak melorot. Sungguh, saat itu aku tidak tahu apa sebenarnya yang hendak Robby lakukan terhadap Wulan. Segalanya berjalan begitu cepat dan aku tidak menyimpan tuduhan negatif terhadap Robby. Aku hanya menduga, Robby hendak memeriksa luka Wulan. Tapi dengan melorotnya jeans Wulan sampai ke lutut, kami dapat melihat dengan jelas celana dalam wulan yang berwarna off-white (putih kecoklatan) dan berenda. Kontan penisku bangun.

Robby memerintahkan aku dan Doni memegangi kedua tangan Wulan. Seperti dihipnotis, kami menurut saja. Wulan semakin meronta sambil menghardik, "Rob, apa-apaan sih.., Lepas.., lepas! Atau saya teriak".

Doni secepat kilat membungkam mulut Wulan dengan kedua telapak tangannya. Robby setelah berhasil mencopot celana jeans Wulan, sekarang mencoba mencopot celana dalam Wulan. Sampai detik ini, akhirnya aku tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Aku tidak berani melarang Robby dan Doni, karena selain aku sudah merasa terlibat, aku juga sangat terangsang saat melihat kemaluan Wulan yang lebat ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting.

Wulan semakin meronta dan mencoba berteriak, tapi cengkeraman tanganku dan bungkaman Doni membuat usahanya sia-sia belaka. Robby segera berlutut di antara kedua belah paha Wulan. Tangan kirinya menekan perut Wulan, tangan kanannya membimbing penisnya menuju kemaluan Wulan. Wulan semakin meronta, membuat Robby kesulitan memasukkan penisnya ke dalam lubang vaginanya. Doni mengambil inisiatif. Dia lalu duduk mengangkangi tepat di atas dada Wulan sambil tangannya terus membungkam mulut Wulan. Tiba-tiba Wulan berteriak keras sekali. Rupanya Robby berhasil merobek selaput dara Wulan dengan penisnya. Secara cepat Robby menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur. Untuk beberapa menit lamanya Wulan meronta, sampai akhirnya dia diam pasrah. Yang dia lakukan hanya menangis terisak-isak.

Doni melepaskan telapak tangannya dari mulut Wulan karena dia merasa Wulan tidak akan berteriak lagi. Lalu dia mencoba menarik T-Shirt Wulan ke atas. Di luar dugaan, Wulan kali ini tidak mengadakan perlawanan, hingga Doni dan aku dapat melepaskan T-Shirt dan BH-nya. Luar biasa, tubuh Wulan dalam keadaan telanjang bulat sangat membangkitkan birahi. Tubuhnya mulus, dan buah dadanya sangat montok. Mungkin ukurannya 36B.

Doni segera menjilati puting susu Wulan, sementara aku melihat Robby semakin kesetanan mengoyak-ngoyak vagina Wulan yang beberapa saat yang lalu masih perawan. Aku sangat terangsang, lalu aku mulai memaksa mencium bibir Wulan. Ugh, nikmat sekali bibirnya yang dingin dan lembut itu. Aku melumat bibirnya dengan sangat bernafsu. Aku tidak tahu apa yang sedang Wulan rasakan. Aku hanya melihat, matanya polos menerawang jauh langit di atas sana yang menguning pertanda malam akan segera tiba. Tangisnya sudah agak mereda, tapi aku masih dapat mendengar isak tangisnya yang tidak sekeras tadi. Mungkin dia sudah sangat putus asa, shock, atau mungkin juga menikmati perlakuan kasar kami.

Tiba-tiba aku mendengar Robby menjerit tertahan. Tubuhnya mengejang. Dia menyemprotkan sperma banyak sekali ke dalam vagina Wulan. Setengah menit kemudian Robby beranjak pergi dari tubuh Wulan lalu tergeletak kelelahan di samping kami. Doni menyuruhku mengambil giliran kedua. Aku bangkit menuju Vagina Wulan. Sepintas aku melihat sperma Robby mengalir ke luar dari mulut vagina Wulan. Warnanya putih kemerahan. Rupanya bercak-bercak merah itu berasal dari darah selaput dara (hymen) Wulan yang robek. Tanpa kesulitan aku berhasil memasukkan penis ke dalam vaginanya. Rasanya nikmat sekali. Licin dan hangat bercampur menjadi satu. Dengan cepat aku mengocok-ngocok penisku maju mundur. Aku mendekap tubuh Wulan. Payudaranya beradu dengan dadaku. Dengan ganas aku melumat bibir Wulan. Doni dan Robby menyaksikan atraksiku dari jarak dua meter. Beberapa menit kemudian aku merasakan penisku sangat tegang dan berdenyut-denyut. Aku sudah mencoba menahan agar ejakulasi dapat diperlama, tapi sia-sia. Spermaku keluar banyak sekali di dalam vagina Wulan. Aku peluk erat Tubuh Wulan sampai dia tidak dapat bernafas.

Setelah puas, aku berikan giliran berikutnya kepada Doni. Aku lalu duduk di samping Robby memandangi Doni yang dengan sangat bernafsu menikmati tubuh Wulan. Karena lelah, kurebahkan tubuhku telentang sambil memandangi langit yang semakin menggelap.

Beberapa menit kemudian Doni ejakulasi di dalam vagina. Setelah Doni puas, ternyata Robby bangkit kembali nafsunya. Dia menghampiri Wulan. Tapi kali ini dia malah membalikkan tubuh Wulan hingga tengkurap. Aku tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Ternyata Robby hendak melakukan anal seks. Wulan menjerit saat anusnya ditembus penis Robby. Mendengar itu Robby malah semakin kesetanan. Dia menjambak rambut Wulan ke belakang hingga muka Wulan menengadah ke atas. Dengan sigap Doni menghampiri tubuh Wulan. Aku melihat Doni dengan sangat kasar meremas-remas buah dada Wulan. Wulan mengiba, "Aduhh.., sudah dong Ro.., ampun.., sakit Rob". Tapi Robby dan Doni tidak menghiraukannya.

"Oh, sempit sekali", teriak Robby mengomentari lubang dubur Wulan yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Robby menarik penisnya aku lihat dubur Wulan monyong. Sebaliknya saat Robby menusukkan penisnya, dubur Wulan menjadi kempot. Tidak lama, Robby mengalami ejakulasi yang kedua kalinya. Setelah puas, sekarang giliran Doni menyodomi Wulan. Melihat itu aku jadi kasihan juga terhadap Wulan. Di matanya aku melihat beban penderitaan yang amat berat, tapi sekaligus aku juga melihat sisa-sisa ketegarannya menghadapi perlakuan ini.

Setelah Doni puas, Robby dan Doni menyuruhku menikmati tubuh Wulan. Tapi tiba-tiba timbul rasa kasihan dalam hatiku. Aku katakan bahwa aku sudah sangat lelah dan hari sudah menjelang gelap. Kami sepakat kembali ke perkemahan. Robby dan Doni segera berpakaian lalu beranjak meninggalkan kami sambil menenteng kayu bakar. Wulan dengan tertatih-tatih mengambil celana dalam, jeans, lalu mengenakannya. Aku tanyakan apakah Wulan mau mandi dulu, dan dia hanya menggeleng. Dalam keremangan senja aku masih dapat melihat matanya yang indah berkaca-kaca. Kuambil T-Shirtnya. Karena basah, aku mengepak-ngepakkan agar lebih kering, lalu aku berikan T-Shirt itu bersama-sama dengan BH-nya. Robby dan Doni menunggu kami di atas tebing sungai. Setelah Wulan dan aku lengkap berpakaian, kami beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Robby dan Doni berjalan tujuh meter di depanku dan Wulan.

Di perkemahan, Fadli dan Lia menunggu kami dengan cemas. Lalu kami mengarang cerita agar peristiwa itu tidak menyebar. Untunglah Fadli dan Lia percaya, dan Wulan hanya diam saja.

Tepat tengah malam di saat orang lain merayakan pergantian tahun baru, kami melewatinya dengan hambar. Tidak banyak keceriaan kala itu. Kami lebih banyak diam, walau Fadli berusaha mencairkan keheningan malam dengan gitarnya.

Esoknya, pagi-pagi sekali Wulan minta segera pulang. Kami maklum lalu segera membongkar tenda. Untunglah sesampainya di kota kami, Wulan merahasiakan peristiwa ini. Tapi tiga bulan berikutnya Wulan menghubungiku dan dia dengan memohon meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya. Aku sempat kaget karena belum tentu anak yang dikandungnya itu adalah anakku. Tapi raut wajahnya yang sangat mengiba, membuatku kasihan lalu menyanggupi menikahinya.

Satu bulan berikutnya kami resmi menikah. Wulan minta agar aku memboyongnya meninggalkan kota ini dan mencari pekerjaan di kota lain. Sekarang "anak kami" sudah dapat berjalan. Lucu sekali. Matanya indah seperti mata ibunya. Kadang terpikir untuk mengetahui anak siapa sebenarnya "anak kami" ini. Tapi kemudian aku menguburnya dalam-dalam. Aku khawatir kebahagiaan rumah tangga kami akan hancur bila ternyata kenyataan pahitlah yang kami dapati.

Akhir Desember 1997 kami menikmati pergantian tahun baru di rumah saja. Peristiwa ini kembali menguak kenangan buruknya. Matanya berkaca-kaca. Aku memeluk dan membelai rambutnya. Beberapa menit kemudian, dalam dekapanku dia mengaku bahwa sebelum peristiwa itu terjadi, sebenarnya dia sudah jatuh cinta padaku. Dia ikut mencari kayu bakar karena dia ingin bisa dekat denganku.
Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal. Pengakuannya ini membuat hatiku pedih tak terkira.

TAMAT
Tag : ,

Fie Cien Korban Cumshots Maniac

Fie Cien, 30 tahun, kepala cabang salah satu bank yang paling terkenal banyak ATM-nya, dimana ia diculik dan diperkosa beramai-ramai selama 3 hari 3 malam beberapa bulan yang lalu. Fie Cien seorang wanita yang cukup cantik, walaupun tubuhnya kelihatan agak berisi, namun tidak mengurangi penampilannya sehari-hari.

Dengan tinggi badan 165 cm dan ukuran bra 36B, membuat penampilannya makin menggairahkan, apalagi jika ia memakai sepatu hak tinggi, rok span di atas lutut serta blous silk yang tipis, membuat semua pria yang menatapnya ingin mencicipi tubuhnya. Hampir setiap hari ia berpakaian seperti itu, hingga bra putih berenda ukuran 36B yang dipakainya itu dapat terlihat tembus dari balik blousnya yang tipis.

Pada suatu hari, beberapa bulan yang lalu, secara kebetulan suami Fie Cien tidak dapat menjemputnya di kantor karena ada urusan mendadak. Maka malam itu sehabis lembur, sekitar jam 8 malam ia menunggu taxi tidak jauh dari depan kantornya, yang malam itu sudah agak sepi dan gelap. Tiba-tiba tanpa disadarinya, sebuah mobil sedan berkaca gelap berhenti di depannya. Sekonyong-konyong keluar seorang pemuda dari pintu belakang dan langsung menyeret Fie Cien masuk ke dalam mobil tersebut, dan langsung tancap gas dalam-dalam meninggalkan tempat tersebut.

Di dalam mobil tersebut ada tiga orang pria, Fie Cien diancam untuk tidak berteriak dan bertindak macam-macam, sementara mobil terus melaju dengan cepat. Fie Cien duduk diapit 2 orang pria, yang sementara mobil melaju berusaha meremas-remas pahanya, hingga tangan kedua lelaki tersebut bergantian meremas-remas selangkangannya yang dibalut celana korset putih berenda tersebut.

Kedua tangan Fie Cien diikat dengan tali tambang hingga dadanya yang masih dilapisi blous putih itu mencuat kedepan tidak tertahankan. Sementara itu kedua orang pria yang mengapitnya itu terus mengobok-ngobok selankangan Fie Cien hingga rok spannya tersingkap sampai sepinggang, sementara kedua belah kakinya yang masih memakai sepatu hak tinggi tersebut dibentangkan lebar-labar kekiri dan kanan sampai akhirnya kedua lelaki tersebut dengan leluasa mengusap-ngusap selangkangan Fie Cien, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah rumah besar disuatu daerah sepi.

Mobil langsung masuk ke dalam dan garasi langsung ditutup rapat-rapat. Kaki dan tangan Fie Cien diikat, sementara mulutnya disumpal pakai tissue. Fie Cien langsung digotong oleh dua orang masuk ke dalam rumah. Dan alangkah terkejutnya Fie Cien begitu masuk ke dalam ruangan tersebut. Ternyata diluar dugaannya, disana sudah menunggu kurang lebih sekitar lima puluh orang pria, yang rata-rata sudah setengah bugil dan mereka sedang menonton blue film sambil sesekali memainkan batang kejantanan mereka.

Fie Cien didudukkan di kursi sofa di antara mereka, dan mereka langsung membuka tali pengikat kaki dan tangannya serta sumbatan mulutnya. Fie Cien sudah tidak dapat bergerak dan berteriak lagi karena lemas ketakutan, sementara badannya terus gemetaran karena begitu takutnya dia. Salah seorang berkata kepadanya bahwa mereka tidak akan menyiksa atau memukulnya, asalkan Fie Cien menuruti kemauan mereka semua. Dan tanpa berlama-lama lagi mulailah Fie Cien dikerjain beramai-ramai.

Satu persatu dari mereka mulai meraba-raba tubuhnya, sementara yang lainnya berusaha membuka kancing baju blous Fie Cien, hingga terlepaslah blous tersebut dari tubuhnya. Dan betapa nafsunya mereka melihat tubuh Fie Cien yang montok putih dan dengan bra berenda yang sangat menggunung menutupi sepasang payudaranya yang indah. Paha yang masih tertutup rok span merah itu sekarang mulai digerayangi, dan mereka berusaha menyingkapkannya ke atas sambil membentangkan kedua kaki Fie Cien lebar-lebar sampai celana dalam model korset yang berwarna putih itu terlihat sangat jelas dan membuat Fie Cien terlihat semakin menggoda untuk dikerjain.

Tanpa membuang waktu lagi, mereka bergantian meremas-remas payudaranya yang besar itu. Beberapa tangan menyelinap di balik bra putih Fie Cien dan berusaha meremas-remas gunung kembar tersebut sambil memilin-milin puting susunya, hingga akhirnya mereka membetot BH Fie Cien ke bawah sampai kedua gunung kembar Fie Cien tersembul bergoyang-goyang. Dan langsung saja beberapa orang membuka celananya, dan bergantian menjepitkan penis mereka di antara gunung kember Fie Cien yang montok itu, dan menggerakkannya ke atas ke bawah dengan cepat.

Sementara gunung kembar Fie Cien sedang 'dinikmati', beberapa orang lainnya meremas-remas paha Fie Cien sambil mengusap-ngusap selangkangan Fie Cien yang masih dibalut celana korset putih itu. Hingga saking tidak tahan lagi karena nafsu, salah seorang menggunting celana korset Fie Cien di bagian selangkangannya, hingga terlihatlah vagina Fie Cien yang ditutupi bulu-bulu halus. Salah seorang mencoba untuk memasukkan jari tengahnya ke dalam vagina Fie Cien, yang sebelumnya sudah diolesi semacam pelumas yang licin, hingga jari tersebut keluar masuk dengan leluasa, dan membuat yang lainnya ingin mencoba sampai akhirnya sekitar dua puluh tiga orang dengan nafsunya bergantian memasukkan jari tengah maupun telunjuk mereka ke dalam vagina Fie Cien.

Sementara itu Fie hanya dapat pasrah dalam keadaan lemas tidak berdaya karena ia sangat shock melihat tubuhnya mulai diperkosa bergantian oleh lima puluh tiga laki-laki. Beberapa orang mulai memaksa Fie Cien untuk meng-oral batang kejantanan mereka. Satu orang di belakang Fie Cien memegangi kepalanya, sementara yang lainnya memaksakan batang kejantannya masuk ke dalam mulut Fie Cien hingga mentok sampai pangkal penis mereka dan sepasang buah sakar bergelantungan di depan bibir Fie Cien.

Musik Rock yang hingar bingar melatar belakangi pemerkosaan Fie Cien, dan mereka terus bergantian mengocokkan batang penis mereka di dalam mulut Fie Cien keluar masuk dangan cepat hingga buah sakarnya memukul-mukul dagu Fie Cien. Bunyi berkecipak karena gesekan bibir Fien dan batang penis yang sedang dikulumnya tidak dapat dihindarkan lagi, dan membuat orang yang sedang mengerjainya makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajah Fie Cien hingga batang penisnya juga makin cepat keluar masuk mulut Fie Cien dan sesekali membuat Fie Cien tersedak dan ingin muntah.

Lima puluh tiga batang penis dengan ukuran 15 cm hingga 20 cm sudah dikulumnya dan membuat Fie Cien makin lemas dan pucat. Rata-rata dari mereka sudah tidak tahan, dan mulailah mereka menyetubuhi Fie Cien. Salah seorang memangku Fie Cien menghadap ke arahnya hingga gunung kembar Fie Cien mencuat tepat di depan wajahnya, sementara itu orang tersebut menusukkan batang penisnya ke dalam vagina Fie Cien. Dengan dibantu temannya, mereka menggerakkan tubuh Fie Cien ke atas ke bawah hingga penisnya terkocok-kocok keluar masuk vagina Fie Cien, dan lelaki yang memangkunya dapat menghisap-hisap serta meremas-remas payudaranya dengan leluasa.

Sementara itu dua orang lagi memaksa Fie Cien memegang batang penis mereka dan mengocoknya dengan cepat, yang lainnya lagi meremas-remas payudara Fie Cien dari arah belakang sambil menempelkan batang kejantannya di tubuh Fie Cien. Puas dengan gaya pangku, mereka memaksa Fie Cien berdiri nungging, dan menyetubuhinya dari arah belakang, sementara beberapa lelaki mengocok batang penis mereka di depan wajah Fie Cien, dan memaksanya untuk mengulum-ngulum serta menghisap batang kejantanan mereka.

Kedua gunung kembar Fie Cien diremas-remas dari arah depan oleh lelaki yang batang kejantanannya sedang dihisapnya, sementara beberapa laki-laki dengan begitu napsunya bergantian memacu batang penis mereka di dalam vagina Fie Cien. Penis demi penis bergantian berada di muka, mulut serta vaginanya, bahkan beberapa dari mereka dengan sengaja menampar-nampar penis mereka di wajah Fie Cien, hingga menimbulkan bunyi yang membuat mereka makin bernafsu memperkosa Fie Cien.

Sudah satu jam lebih mereka memperkosa Fie Cien, dan hampir semua lelaki yang ada sudah mendapat giliran, dan kini mereka ingin sekali untuk mengeluarkan spermanya di wajah, mulut serta payudara Fie Cien. Fie Cien dipaksa duduk di kursi sofa yang berada di ruang tamu tersebut, dan empat orang mulai berdiri mengelilinginya sambil memaksanya mengocok serta mengulum batang kejantanan mereka, hingga akhirnya satu persatu mulai memuncratkan air mani mereka di wajah Fie Cien. Rata-rata dari mereka muncrat sangat banyak hingga membuat wajah Fie Cien basah tidak karuan oleh banyaknya air mani yang ditumpahkan di wajahnya.

Tidak sedikit dari mereka yang memaksa Fie Cien untuk membuka mulutnya dan menyemprotkan sperma mereka bergantian di mulut Fie Cien, serta memaksanya untuk menelannya. Beberapa orang dari mereka juga menyemprotkan spermanya di payudara dan leher Fie Cien, hingga Fie Cien terlihat mandi sperma yang luar biasa. Ada yang menyemprotkan spermanya di ubun-ubun kepala Fie Cien. Hingga sperma berhamburan turun membuat garis lurus dari dahi hingga ke bibirnya.

Sepuluh orang bergantian menggunakan wajah Fie Cien untuk berejakulasi dengan cara menekan-nekan serta menggerakan wajahnya turun naik di selangkangan mereka hingga akhirnya air mani mereka muncrat berhamburan membasahi serta membuat lengket wajah Fie Cien. Dua orang dari mereka berusaha untuk menyendoki sperma yang menempel di wajah dan payudaranya, lalu mencekokinya ke mulut Fie Cien dan memaksanya untuk menelannya, hingga wajah dan payudara Fie Cien bersih mengkilat. Lima puluh enam orang sudah membuang spermanya di tubuh Fie Cien, dan kini Fie Cien diistirahatkan dan dimandikan oleh beberapa orang, untuk kembali diperkosa beberapa jam lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dan Fie Cien sudah kembali cantik dan bersih dengan bra putih berenda serta korset baru yang sudah dipersiapkan khusus untuknya. Fie Cien dipaksa menonton dirinya sendiri yang tadi difilmkan oleh mereka, terutama pada bagian dimana ia memakan sperma para lelaki yang begitu brutal memaksanya.

Kini Fie Cien kembali dikerjain oleh mereka, dan setengah dari mereka adalah wajah baru meggantikan mereka yang sudah merasa puas mengerjai Fie Cien. Mereka kembali menyetubuhi Fie Cien dengan nafsunya sambil memaksanya mengocok serta menghisap-hisap penis mereka hingga akhirnya mereka berejakulasi dan mengumpulkan sperma mereka di dalam gelas whisky yang berkaki panjang, dan terkumpulah enam puluh sperma laki-laki dalam tiga gelas whisky tersebut.

Satu gelas pertama dari sperma tersebut dituangkan ke dalam semangkuk penuh butiran jagung manis yang sudah direbus dan diaduk hingga rata, tidak lupa juga salah seorang dari mereka mencampurkan susu kental manis ke dalam mangkuk jagung tersebut, dan Fie Cien dipaksa makan jagung sperma tersebut sambil disuapi bergantian oleh beberapa laki-laki. Bahkan lima belas orang dari mereka ada yang langsung mengecrotkan air maninya ke dalam mangkuk jagung tersebut hingga makin kental saja kuah jagung yang harus dinikmati Fie Cien, hingga akhirnya jagung tersebut habis ditelannya.

Gelas kedua kini dicekoki ke mulut Fie Cien sesendok demi sesendok hingga habis tidak bersisa, dan sisa-sisa air mani yang ada di gelas dikuas dengan potongan ketimun yang akhirnya disumpalkan ke dalam mulut Fie Cien dan dipaksa mengunyah, kemudian menelannya. Gelas ketiga dituangkan dari atas kepala Fie Cien hingga membasahi seluruh wajah, leher, payudara serta dada Fie Cien. Dan mereka seperti biasa menyendoki sperma tersebut dan menyuapinya ke mulut Fie Cien.

Beberapa orang yang belum puas kembali menjepitkan penis mereka di belahan payudara Fie Cien, dan mengocoknya dengan sangat cepat sampai akhirnya mereka bergantian menyemprotkan air mani mereka di wajah Fie Cien yang sudah mandi sperma tersebut, hingga bertetesan ke payudaranya. Salah seorang mengambil celana dalam korset milik Fie Cien yang dari tadi sudah dicopot dari selangkangannya dan Fie Cien dipaksa memegang korsetnya itu dengan kedua tangan yang direntangkan dan kurang lebih tiga puluh orang laki-laki yang masih belum puas spermanya diminum Fie Cien mulai beraksi lagi.

Mereka mulai mengocok-ngocok penis mereka di depan wajah Fie Cien, sementara Fie Cien terus dipaksa merentangkan korsetnya itu, dan satu persatu dari mereka mulai berejakulasi dan bergantian menyemprotkan spermanya di wajah Fie Cien maupun di atas korset Fie Cien, hingga tetesan air mani dari wajah Fie Cien jatuh di korset tersebut. Hingga akhirnya korset tersebut berat dengan sperma yang tertampung di atasnya, bahkan sampai tembus menetes membasahi paha Fie Cien.

Celana korset tersebut diangkat oleh salah seorang dari tangan Fie Cien, dan mereka memaksa Fie Cien membuka mulutnya, dan salah seorang dari mereka menyumpalkan korset tersebut ke dalam mulut Fie Cien dengan brutalnya dan menekannya hingga habis melesak masuk semua ke dalam mulut Fie Cien dan mereka bergantian menekan-nekan korset tersebut agar air maninya meresap ke tenggorokan Fie Cien dan tertelan olehnya. Selesai dikerjain Fie Cien dibawa hingga ke pusat kota dan dinaikkan ke dalam taksi dalam hanya dipakaikan jas hujan.

TAMAT

Aku Dan Adik Laki Lakiku

Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sedang kuliah di sebuah universitas negeri terkenal. Asalku sendiri sebenarnya dari Surabaya. Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU Negeri terkenal di Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, tidak terlalu besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang cukup membuat hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk. Tingginya sekarang saja sudah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis. Sedang aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk cantik (buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus sedikit, tapi payudaraku tumbuh sempurna.

Sebenarnya aku hanya punya satu adik laki-laki dan satu kakak perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody adalah anak pamanku yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang saat itu masih berumur kurang dari dua bulan. Papa mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini adalah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya membuat nyaris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan menganggapnya sebagai si bungsu.

Dody adalah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering mengunci pintu kamar mandi kalau aku sedang mandi, atau kami berduel seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kuliah, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun kemudian Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan punya NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.

Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya panah asmara. Yang kuincar adalah seorang cowok kakak angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dari Dody), badannya bagus banget, pintar sepertinya, dan dari cerita-cerita yang pernah kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.

Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digariskan papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti. Untungnya Pin-pin ternyata memang benar-benar cowok yang sempurna, dia hanya berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa ternyata baru aku tahu dikemudian hari, ternyata tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja, dikemudian hari ada peristiwa yang membuatku memandang lain padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah saat aku sedang kuliah. Padahal dia baru kelas 2 SMA.

Kejadiannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku berangkat ke kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak memakai motorku sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak rambutnya dan pamit.
"Berangkat dulu ya!"
"Hmm", wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sedang siaran.
"Mbak, bawa oleh-oleh ya!"
"Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha", sambil berlari aku keluar rumah.
"Makan tuh kucing.."

Pin-pin sudah siap dengan motornya dan segera kami berangkat. Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku berangkat setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat temanku. Padahal besok mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, kebetulan tutorialnya diundur satu jam lagi, padahal pula Pin-pin harus segera pulang. Akhirnya aku minta dianterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya berangkat sendiri.

Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha membukanya tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terbuka sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukanya dan mengambil buku dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun menyaksikan pemandangan di depanku.

Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan jaketku, sementara di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terbuka, dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pahanya terbuka, dan karena posisi jongkoknya, aku melihat segaris lipatan selangkangannya yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membeliak terkena himpitan pahanya. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan yang tampak mengeras di balik celana pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.

Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam beberapa saat seakan tak percaya adik kesayanganku bisa berlaku seperti itu. Aku saat itu pun tak tahu harus bagaimana bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar marah.

"Kalian ngapain di kamarku?" aku berkata nyaris membentak.
Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda, terlihat dari bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh sesuatu dari dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.
"Belum.. ngapa-ngapain kok!"

Aku memegang telinganya dan menarik keluar keduanya dari dalam kamarku.
"Kamu bisa pulang sendiri tho, Dik!" aku berkata setengah membentak pada teman ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlari masuk ke kamar Dody seperti sudah biasa saja dan sebentar kemudian keluar dengan memakai pakaian sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia berhenti dan menunduk. Ceweknya itu (di kemudian hari aku ketahui namanya adalah Chintya, murid sebuah SMP swasta), keluar dari pintu depan dan berlari di jalan depan rumah.

"Duduk!"
"Sudah berapa kali kamu melakukan itu?"
"Kamu udah begituan beneran?" dan berondongan pertanyaan lain yang seperti senapan mesin tak sanggup membuatnya menjawab. Dody, masih bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa saat kemudian tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.

Tiba-tiba yang teringat olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup membuatku bangkit dari dudukku dan duduk di sebelah kirinya dan memeluknya erat. Semakin dipeluk, semakin keras tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri memelukku sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara payudaraku. Kaki kanannya terangkat diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa merasakan batang kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak kurasakan bahwa batangannya itu mengeras tepat segaris dengan pahaku. Dia masih berada di antara kedua payudaraku.

Lama baru aku sadari, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, supaya dia tidak tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di atasnya sudah ada noda-noda itu. Dan hanya duduk di atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika sudah menyala, ketika sudah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda play.

Gambar pertama yang tampil sangat membuatku syok. Terlihat seorang bule sedang memegang batang kemaluannya. Dari ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di depannya yang sedang menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu adalah air pipis, dan seketika aku mual dan berlari masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu, kali ini adegannya seorang pria bule sedang memasuk-masukkan batang kemaluannya ke liang kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar sekali. Ceweknya kelihatan kesakitan dalam pandanganku. Aku segera mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil isinya keluar.
"Dody, ini VCD-mu!" aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.
Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.

Jadilah sore hari itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa tidur-tiduran di atas pahanya atau kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sedang naik perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya kepadaku.

Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody sudah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja dari jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain bagiku.

Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadari adikku ini memang seksi. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus terang seperti dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya sedang onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging bersama teman-teman, saat balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, saat lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali, sesekali menengadah.

Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dari balik rooster beton. Ketika tampak seluruh badannya, aku kembali tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang semakin tinggi. Dari balik lubang roster beton aku melihat adegan yang tak terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.

Dia memakai kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi justru membuatku terpaku adalah pemandangan di bawahnya. Celana pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertarik ke bawah sehingga menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol lotion (kalau nggak salah Sari Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di paha kirinya. Sedangkan sebagai fokus adalah tangan kanannya membentuk genggaman seperti sedang memegang raket dan bergerak-gerak teratur mengurut-urut batang kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan dan tampak dari tangan dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang tidak tertutupi oleh pakaian, seperti mengeras dan mengejang. Aku belum pernah membayangkan ada peristiwa seperti itu. Sebenarnya dari membaca aku sudah memiliki pengetahuan tentang seks umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.

Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sedang melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku saat itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sedang terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak semakin cepat, kulit penisnya yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertarik-tarik seiring gerakan mengurutnya. Kepala penisnya yang tampak seperti jamur merang tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di kemudian hari baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).

Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar sudah dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di tempatku berdiri. Semakin cepat dan semakin cepat.

Tak berapa lama kemudian gerakannya melambat beberapa saat dibarengi oleh suaranya yang terdengar seperti mengerang atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan sehingga nyaris mendekatkan pusarnya ke ujung penisnya. Gerakan tangan kanannya kemudian tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali dan sekian detik kemudian aku menyaksikan dari ujung penisnya keluar cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot seperti orang meludah tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci. Otot di tangannya tampak mengeras, begitu juga pantat di balik celana dalamnya tampak mengejang sehingga terlihat dari samping seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku sedang meregang di sana. Itu cukup membuatku terdiam dan baru tersadar ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar, menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.
Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian tadi. Adikku yang tersayang telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemarin masih suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk batang kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu batang kemaluan paling besar dan panjang adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemudian hari kuketahui bahwa memang ada batang kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sedang itu.

Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemudian terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa membayangkan kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya batang kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membuat shok. Apalagi dalam keadaan sedang berfungsi seperti itu.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terbuka dan melihat Dody sedang memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di pintu.
"Eh.. Mbak.. udah pulang ya?" tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.
"Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?" Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.
"Ke sini!" aku sedikit menguatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku memeluknya dan terdiam beberapa saat. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadari apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik daripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan nafsunya.
"Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!" dia pun bangkit dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.

Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan ceritaku. Saat itu Dody sudah naik kelas tiga dan aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membuatku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut orgasme atau tidak. Cuma setelahnya memang membuatku sayang banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan masturbasi juga. Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan cenderung jadi pendiam.

Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi semakin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja sudah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membuatku melayang dan membuatkan membiarkannya melepaskan pakaianku. Sering cumbuannya begitu merangsangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan batang kemaluannya sudah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sedang menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya sudah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku tersadar, bangkit dan mendorongnya perlahan-lahan, memeluknya sambil berbisik.

"Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?"
Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membaringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan nafsunya itu. Aku urut batang kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sari Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai saat ini (jika ukurannya sudah penetrasi atau belum).

Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore hari. Hari itu hari libur dan di kampus ada acara hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekalian berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin pulang. Pin-pin hanya mengantarku sampai depan rumah dan langsung pulang. Aku sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody sedang tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di luar tampak semakin deras saja.

Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan. Aku memakai piyama warna pink muda yang tadi aku sambar dari jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.

Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan memasukkan pakaian kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sementara itu hujan terdengar semakin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sementara itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan rakus sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak terdengar dari suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk batang seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri. Kaosnya agak terangkat sedikit ke atas sehingga perutnya terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu halus.

Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sedang tertidur. TV sedang menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian ada lagu dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun hanya diselimuti piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil dan menyelipkannya di antara pahaku dan merasakan hangatnya meresap ke dalam tubuku bagian bawah. Dody membalikkan badannya dan tengkurap dan terus tidur nyenyak.

Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar tertidur di sofa saat itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat berganti piyama, atau setidaknya memakai sesuatu di baliknya. Sehingga aku tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata sedang menyaksikanku dari jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku terangkat dan menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul terbuka lebar hanya sekian meter saja dari seorang anak muda yang sedang dalam puncak-puncaknya mencari pengetahuan tentang seks.

Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sedang dituntun Pin-pin sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku merasakan hanya kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak seperti puzzle. Pin-pin memelukku dan aku merasakan dadanya yang luas dan kuat sedang merengkuhku dengan hangat mengalahkan dinginnya hembusan angin gunung itu.

Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika jemari-jemarinya mulai meremas-remas payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke selangkangannya dan menemukan bahwa batang kemaluannya itu telah terbuka sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh urat-urat yang menonjol. Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang bulat. Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan mengucek klitorisku dengan cepat. Aku merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlarian di antara kami. Aku melihat senyuman Pin-pin dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan sesuatu yang hangat mulai masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhku melalui selangkanganku.

Gairahku semakin naik seiring dengan masuknya batang kemaluannya itu. Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya menghimpit payudaraku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika sesuatu menggelitik klitorisku. Tampaknya seluruh batangnya telah masuk. Dia mengangkat pahaku dan membukanya lebar-lebar sebelum dia menarik pinggulnya sehingga batangnya tertarik keluar perlahan-lahan. Rasanya mulai terasa nikmat. Aku merangkulkan tanganku ke lehernya dan tiba-tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan kuat.

Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terbuka lebar sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang tangan merangkul punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terbuka. Paha kananku terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sementara paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.

Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sedang bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara piyamaku yang terbuka sehingga membuat kedua tanganku berada di antara lehernya. Dadaku terhimpit kuat di bawah dadanya yang telanjang. Pinggulnya terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku meronta-ronta sambil menjerit tapi kembali bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku seperti tertelan suara hujan yang masih saja deras.

Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat. Gesekan-gesekan batang kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku. Antara rasa nikmat yang kadang-kadang sempat muncul dan rasa perih yang juga bersamaan terasa, membuatku benar-benar di bawah kungkungan nafsunya.

Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu saat Dody melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali menggesek-gesekkan batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dari kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.

Beberapa saat kemudian Dody seperti mengejang dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam liang kenikmatanku, sesuatu yang tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi dan bangkit sambil berteriak dan mendorong tubuhnya sehingga menekuk batang kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk sangat cepat ke dalam tubuhku.
"Dod.. jangan di dalam..!" Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan sejumlah besar sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.

Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku berlari masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejadian di sore hari itu membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-hari. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku justru di saat aku mulai menganggapnya berubah. Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku merasa salah juga saat itu mengapa memberikannya peluang, di saat aku betul-betul lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku, bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak spermanya yang masuk ke dalam liang kenikmatanku. Justru bukan di persenggamaannya aku terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang dilakukannya padaku itu. Juga aku bertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang keluar, bukankah aku sendiri merasa belum pernah melakukan itu.

Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat mendapatkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu. Aku takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah merasakanku sebelumnya. Sekarang Dody telah kuliah di Bandung dan kami jarang-jarang sekali ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu yang muncul setiap kali dia memandangku. Papa dan Mama selalu bangga pada kami berdua.

TAMAT
Tag : ,

Pertukaran di Puncak

Hari Sabtu kami (aku dan Lily istriku) berangkat menuju ke Puncak sesuai rencana, kami akan bertemu dengan Erwin dan Diana istrinya di Puncak Pass, kemudian bersama-sama menuju ke vila keluarga di daerah Cipanas.

Pukul 11.00 siang kami sudah berada di Puncak Pass, ternyata Erwin dan Diana sudah menunggu kedatangan kami. Dengan memakai rok terusan berbelahan dada agak rendah tanpa lengan, Diana kelihatan begitu cantik, apalagi dengan rambut yang dipotong pendek sehingga menambah pesona dirinya, terlihat lehernya yang putih jenjang.

Setelah makan dan berbincang sebentar kami sepakat untuk menukar penumpang, Lily istriku ikut mobil Erwin begitu sebaliknya Diana ikut mobilku. Beriringan kami menuju ke Cipanas dengan mobil Erwin di depan. Jalanan sudah mulai padat, sehingga kami mulai kehilangan pandangan atas mobil Erwin. Selama perjalanan menuju vila, tangan Diana mulai menggerayangi selangkanganku, sesekali kubalas dengan elusan di pahanya dengan menyingkap roknya ke atas paha.

45 menit kemudian sampailah kami di vila keluarga P.Gun, ternyata mobil Erwin belum kelihatan. Tempatnya cukup terpencil dan jauh dari keramaian, hanya hamparan kebun teh di sekelilingnya, tidak ada tetangga atau vila lain dalam radius ratusan meter. Vila tersebut sangat besar dengan 5 kamar tidur dan kolam renang yang besar, bangunan untuk pengurus vila terletak jauh di belakang yang dihubungkan jalan setapak melewati taman.

Diana segera memberi instruksi ke pengurus rumah agar acara kami tidak terganggu, mengijinkan mereka pulang selama kami di sini, kecuali siang untuk membersihkan dan menyiapkan makan siang, jadi praktis vila tersebut tanpa pembantu yang mengganggu.

Kemudian Diana kembali ke teras depan dimana aku duduk sambil menikmati indahnya pemandangan dan sejuknya hawa pegunungan. Langsung saja dia duduk di pangkuanku. Tanpa menunggu lebih lanjut, kupeluk tubuhnya dan kami berciuman di kursi teras depan diselingi angin sepoi daerah puncak yang dingin.

"Disini lah pertama kali aku melayani Erwin dan Papanya." bisiknya sambil menjilati telingaku.
Tapi aku tidak terlalu memperhatikan, tanganku segera menjelajah ke tubuhnya yang menantang, buah dada adalah sasaran pertamaku, masih terasa kenyal dan padat seperti yang kurasakan beberapa waktu yang lalu. Kuremas dengan penuh nafsu pada kedua bukit di dadanya secara bergantian, sementara tanganku satunya membuka resluiting baju di belakang. Sekali terbuka maka rok terusan itu merosot turun hingga ke pinggang, dan tampaklah buah dadanya yang putih mulus dengan berbalut bra satin biru tua, sungguh kontras dengan kulitnya yang putih mulus, menambah sexy tubuhnya.

Ciumanku mulai mendarat di leher jenjangnya, tanganku tidak pernah lepas dari dada Diana. Dia hanya menggelinjang dan mendesah ketika lidahku menjelajahi lehernya, terus turun hingga bahu dan berputar di sekitar dada. Dinginnya udara puncak tidak dapat mengusir panasnya birahi kami berdua. Diana menjambak mesra rambutku ketika putingnya kukeluarkan dari bra-nya dan kupermainkan dengan lidahku, sambil tanganku mulai menyelinap di balik roknya dan menjelajah di sekitar pangkal pahanya yang masih tertutup celana dalam halus. Terasa lembab dan basah di antara pahanya.

"Sshh.. agh..!" desahnya di dekat telingaku sambil sesekali mengulum daun telingaku, membuatku kegelian dalam kenikmatan.
Akhirnya dengan sekali sentil di kaitan bra, maka terlepaslah bra dari tempat semestinya. Kini terpampang tepat di wajahku kedua belahan buah dada yang putih montok dengan puting yang kemerahan, sungguh indah dan menantang untuk diremas dan dikulum. Maka segera kudaratkan bibirku di antara kedua bukit itu dan kembali lidahku menjelajahi kulit mulus itu terus mendaki ke puncak bukit.

Kuputar-putar jilatanku di sekitar putingnya sebentar, lalu kukulum putingnya dan kusedot dengan gigitan-gigitan ringan nan nakal. Diana makin menggelinjang, pantatnya mulai digoyang-goyangkan di pangkuanku, sehingga menekan dan menggesek-gesek kemaluanku yang sudah menegang. Tangan kiriku sudah masuk di balik celana dalamnya yang basah. Mulanya satu jari masuk ke liang vaginanya, kemudian dengan dua jari kukocok vaginanya sambil kusedot kedua putingnya secara bergantian.

"Aaghh.. yess.. yaa.. truss.. sshh..!" desahnya makin kencang tidak perduli dengan suasana sekitar, bahwa kami masih di teras villa.
Goyangan pantatnya makin kencang seirama kocokan jariku di vaginanya. Kemudian dia berdiri, dengan sendirinya roknya merosot ke bawah, hingga tinggal celana dalam yang masih menempel, sekali tendang terlemparlah rok itu entah kemana.

"Nggak adil, aku sudah hampir telanjang horny tapi kamu masih lengkap." katanya sambil melepas kaosku dan langsung jongkok di depanku.
Dibukanya celanaku dan dikeluarkannya alat kebanggaanku dari sarangnya.
"Aku rindu batang besar ini..!" katanya sebelum bibirnya mungilnya menyentuh ujung kejantananku yang menegang.
Ujung kejantananku sudah basah, lidah Diana menari-nari di lubangnya sambil tangannya mengocok batangnya. Kepala kejantananku sudah berada dalam kuluman mulut manisnya, sementara tangannya menjelajah ke bawah ke kantong bola, dan tangan satunya memilin ringan putingku. Aku begitu terangsang dan kelojotan kenikmatan dibuatnya.

Kupegang kepalanya dan kugoyangkan pinggulku sehingga aku dapat mengocok mulutnya dengan kejantananku. Meskipun Diana tidak dapat mengakomodasi semua kejantananku yang 17 cm panjang dan 4 cm diameter, tapi dia cukup memberi rangsangan dengan menggoyang-goyangkan kepala saat kukocok mulutnya. Diana seperti kewalahan menghadapi kocokanku di mulutnya. Kuangkat tubuhnya, kutarik celana dalamnya ke bawah hingga terlepas lalu kutelentangkan di meja teras tubuh telanjangnya.

Baru kali ini aku dapat melihat dengan jelas tubuh telanjang Diana, begitu putih mulus dan padat berisi, sungguh beruntung Erwin mendapatkan istri Diana dan sungguh beruntung aku dapat ikut menikmati tubuh indah dan seksinya. Aku jongkok di antara pahanya, kucium aroma khas dari vaginanya yang sudah basah, kembali kumasukkan jariku ke liang vaginanya sambil kujilati klitorisnya yang merah mudah dan dikelilingi rambut halus tipis di sekelilingnya.

Diana menarik rambutku dan memaksanya untuk masuk lebih dalam lidahku ke vaginanya. Jilatan lidahku langsung menelusuri bibir vaginanya hingga akhirnya mengganti kocokan jari tangan dengan kocokan dan jilatan lidah di vagina basahnya. Diana kembali mendesah atau lebih tepatnya teriak histeris dalam gelombang kenikmatan. Tidak mau 'menyiksa'-nya lebih lanjut, maka aku berlutut dan mengatur posisiku di antara kakinya yang kurentangkan terbuka lebar. Karena aku masih ingat pada pertemuan terakhir, lubang vagina Diana terlalu sempit untuk ukuran kejantananku, hingga dia menjerit pada saat awalnya.

Dengan perlahan kuusap-usapkan kepala kejantananku di bibir vaginanya. Aku tidak mau terlalu bernafsu untuk segera memasukkan ke dalam, karena itu akan membuat dia kesakitan. Setelah kurasakan cukup, perlahan kudorong kejantananku masuk sedikit demi sedikit sambil menikmati expresi di wajah cantik Diana ketika menerima kejantananku di vaginanya yang sempit. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya yang mungil dan tangannya meremas pinggiran meja.

Aku menghentikan sesaat doronganku untuk memberi dia kesempatan bernapas, kemudian kulanjutkan untuk membenamkan sisa dari batang kejantananku di vagina Diana. Setelah semua masuk, kudiamkan sejenak untuk kembali menikmati expresi wajah Diana yang memerah dalam kenikmatan.
"Sshh.., yess.., lakukan dengan pelan..!" katanya pelan bercampur desahan.
Perlahan kutarik kejantananku keluar dan memasukkan lagi dengan pelan, semakin lama semakin cepat hingga aku dapat mulai melakukan kocokan-kocokan ke vaginanya.

"Yess.. ya.. ouugghh.. yess.. good.. I love it.. I like it.. I miss it..!" desahnya.
Tangan Diana sekarang meremas kedua buah dadanya sendiri yang dari tadi bergoyang-goyang mengikuti goyangan atas kocokanku. Dipilinnya sendiri kedua putingnya sambil tetap mendesah dan mengerang dalam kenikmatan birahi. Kunaikkan kedua kakinya ke pundakku, sesekali kujilat dan kukulum jari-jari kakinya sambil mengocok vaginanya, Diana makin menggelinjang.

"Ougghh.. sshhit.. aaku.." belum sempat dia menyelesaikan desahannya, kulihat tubuhnya menegang dan kurasakan denyutan dan remasan dari dinding vaginanya.
Kemudian tubuhnya terkulai lemas di atas meja teras, aku masih belum menyelesaikan hasratku, bahkan belum separuhnya terpenuhi.
"Udah Hen, istirahat dulu, aku udah keluar, enaak banget, lemes nih..!" katanya memelas padaku.
Tidak kuperdulikan permintaannya, kocokanku makin kutingkatkan frekuensinya. Diana melotot padaku, tapi jadi tambah cantik dan lebih menggairahkan.

Kemudian kutelungkupkan tubuhnya di atas meja dan kakinya berlutut di lantai, aku masih ingin menikmati anal sex padanya tapi belum kesampaian. Kulakukan seperti yang dilakukan dengan suaminya di Singapore tempo hari, dimana dia mendapatkan double penetration denganku di vagina dan suaminya di anal.

Kuusapkan kejantananku yang basah di analnya, tapi Diana menolak, dia membimbing kejantananku ke vaginanya. Maka tanpa menunggu lagi, kusodokkan kejantananku dengan keras ke vaginanya.
"Aauugghh.. yess..!" dia menjerit kaget, tapi terus berlanjut dengan kenikmatan.
Kupegangi pantatnya dan kutarik maju mundur seirama dengan kocokanku. Dengan posisi seperti doggie style, penetrasi kejantananku di vaginanya dapat masuk ke dalam dan kurasakan kepala kejantananku menyentuh seperti rahimnya.

Kocokanku semakin lama semakin keras menghantam dinding vaginanya, kuputar-putar pantatku untuk memberikan gairah erotik pada Diana. Kedua tangan Diana kupegang dan kutarik ke belakang, kini dia bergantung pada tangannya yang kupegangi. Tidak lama kemudian kepalanya digoyang-goyangkan pertanda dia kembali mengalami orgasme hebat, tapi tetap aku tidak mau menghentikan kocokanku. Aku kembali duduk di kursi, Diana kutarik ke pangkuanku. Perlahan dia menurunkan pantatnya sehingga kejantananku melesak mulus masuk ke vaginanya.

Kini giliran dia ambil kendali. Diana mulai menggoyang goyangkan pantatnya, sehingga kejantananku terasa dipelintir di dalam vagina. Kusedot dan kupermainkan puting buah dadanya yang bergoyang-goyang di depan wajahku. Diana kembali mengimbangi permainan ini dengan posisi seperti itu dia bebas berkreasi, baik bergoyang maupun turun naik, ganti aku yang dibuat kelojotan olehnya. Dari expresi wajahnya aku yakin dia sudah orgasme untuk kesekian kali dengan posisi seperti ini. Dia sungguh menikmati posisi seperti ini.

Aku sudah hampir sampai di puncak kenikmatan ketika tiba-tiba kudengar bunyi klakson mobil dari luar pagar, tentu saja mengganggu kenikmatan dan konsentrasi kami berdua.
"Sialan..!" gumanku karena puncak yang sudah hampir terengkuh buyar begitu saja.
Diana hanya tertawa menggoda mendengar gerutuanku, tentu saja dia sudah mendapatkan puncak kenikmatan birahi beberapa kali sementara aku belum. Dia segera turun dari pangkuanku. Dengan tetap telanjang kemudian lari menuju pintu pagar yang tinggi dan tertutup fiber, lalu membukanya. Masukklah mobil Mercy Erwin ke halaman vila.
Setelah parkir di sebelah mobilku, Erwin dan Lily keluar dari mobil. Kulihat sepintas Lily menenteng celana dalam dan bra yang aku masih ingat tadi dipakainya sebelum berangkat.
"Apa yang telah mereka lakukan tadi..?" pikirku.
Belum sempat berpikir lebih lanjut, Erwin menyapaku duluan, "Wah wah wah.., rupanya kalian sudah mulai dan tak sabar menunggu kedatangan kita..?"
Diana sudah langsung menceburkan diri ke kolam renang di samping teras. Dengan telanjang tenang saja dia berenang. Aku tidak dapat mengikuti dia berenang karena memang aku tidak dapat berenang, tidak seperti istriku yang hampir tiap minggu berenang.

Ketika Erwin dan Lily sampai di teras, kutarik lengan istriku, kupeluk dan kucium lehernya. Bau sperma masih menyengat dari wajahnya.
"Aku ingin menyelesaikan permainan yang kamu ganggu tadi." kataku sambil meremas buah dadanya yang ternyata memang sudah tidak memakai bra.
"Tanya dulu sama dia, bukankah kita sudah sepakat..?" kata istriku menggoda sambil menoleh ke Erwin yang masih berdiri di belakangnya.
Erwin hanya tersenyum, "Boleh.., tapi setelah aku selesai dengan dia." jawabnya kalem, tapi tidak terlalu kuhiraukan.

Tanganku meremas pantatnya, kembali kurasakan kalau istriku sudah tidak memakai celana dalam di balik rok mininya, berarti Erwin sudah selesai dengan istriku, pikirku. Kembali aku mencium istriku, Erwin mendatangi istriku dari belakang, disibakkannya roknya ke atas hingga tampak pantat istriku yang telanjang. Erwin mengeluarkan kejantanannya tanpa membuka celana dan bajunya, hanya membuka resluiting celana. Dia mengusap-usapkan kejantanannya di pantat istriku yang kemudian mencondongkan tubuh dan mengangkat kaki kanannya hingga memudahkan Erwin untuk memasukinya dari belakang dengan tanpa melepas ciumannya dariku.

Lily istriku sedikit tersentak dan mendongak ke atas pertanda Erwin sudah berhasil membenamkan kejantanannya ke vaginanya. Sambil tetap memeluk tubuhku, istriku menerima kocokan Erwin dari belakang, sementara Erwin memegang pinggul istriku untuk lebih menghunjamkan kejantanannya lebih dalam di vagina. Istriku mulai mendesah kenikmatan di telingaku saat menerima kocokan ganas dari Erwin. Sodokan dan hentakan Erwin dapat kurasakan dari pelukan istriku.

"Yeah.. uugghh.. yess..!" desah istriku makin keras di telingaku sambil tangannya mulai mengocok kejantananku yang masih basah dari sisa Diana.
Aku mengimbangi dengan remasan-remasan di dadanya dan jilatan di leher, kocokan tangannya semakin keras sekeras sodokan Erwin padanya. Kulepas kaosnya dan rok mininya lewat atas, Erwin juga mengikuti melepas baju dan celananya hingga telanjang, karena dia juga sudah tidak bercelana dalam, maka itu dilakukan tanpa melepaskan kejantanannya dari vagina istriku.

Kini kami semua sudah telanjang bulat. Dan permainan diteruskan, kami main bertiga dengan Erwin sebagai leader karena dia sebagai 'owner' dari istriku saat ini dan aku adalah 'guest of honornya'. Dan aku harus terima kenyataan ini karena saat ini sebenarnya 'haknya' Erwin atas istriku dan sebaliknya 'hakku' atas istrinya. Sepintas kulihat Diana melihat permainan kami dari kolam renang, dia menikmati pertunjukan dimana suaminya sedang mengocok istriku di hadapanku. Tentu nanti akan terjadi sebaliknya, pikirku.

Lily membungkukkan badannya, kini kepalanya sejajar dengan kejantananku dan siap mengulumnya, ketika Erwin makin mempercepat tempo permainannya. Kami bergeser ke meja, istriku telentang di atas meja dan Erwin mengambil posisi di antara kakinya, aku mendekatkan kejantananku ke mulutnya yang segera disambutnya dengan kuluman ganas. Dengan sekali sodok ke vagina, melesakklah kejantanan Erwin kembali ke vagina istriku, dan langsung memompa dengan cepat. Tangannya meremas-remas kedua buah dada istriku sambil memilin putingnya dengan ringan.

"Uugghh.. eemmpphh.. eerrhh..!" desahan istriku yang tertahan keluar di sela kulumannya.
Ketika aku hampir memuncak, Erwin menarik kejantanannya dan menggeser ke posisiku untuk bertukar tempat, segera kami berganti posisi. Seperti halnya Erwin, dengan sekali sodokan keras kulesakkan kejantananku ke vagina istriku.

"Aauugg.. sshhitt..! Pelaan doong..!" teriak istriku sambil melepas kulumannya pada kejantanan Erwin.
Aku lupa kalau kejantanan Erwin tidak sebesar punyaku, sehingga istriku terkaget menerima sodokan kasar itu. Tapi tidak lama kemudian dia sudah dapat menguasai diri dan mengikuti irama kocokanku yang semakin cepat dan keras.

Tidak lama kemudian Erwin menyemprotkan spermanya di mulut istriku, Lily seolah menikmati aroma rasa sperma dan menjilati sisa di kejantanan Erwin hingga bersih. Tidak lama kemudian kocokanku makin keras dan tidak beraturan, dan menyemprotlah spermaku di vagina istriku bersamaan dengan dia mengalami orgasme. Aku segera menarik keluar dan menyodorkan ke mulutnya, kembali dia menjilati sisa sperma yang ada di kejantananku hingga bersih.

Kucium kening istriku dan kami bertiga menuju ke kolam renang untuk bergabung dengan Diana yang dari tadi menikmati pertunjukan threesome kami. Erwin, Diana dan Lily langsung menceburkan diri ke kolam, sementara aku hanya duduk di kursi samping kolam melihat mereka bertiga mandi telanjang.

Tidak lama kemudian kunikmati pertunjukan bagaimana Erwin menikmati istriku di kolam renang. Lily duduk di tepi kolam renang, sementara kepala Erwin sudah di antara kedua kakinya menikmati nikmatnya aroma vagina istriku. Tanpa menghiraukan dinginnya udara sore, istriku lalu mencebur ke kolam, mereka langsung berciuman dalam air. Dari bayangan air yang tidak terlalu jelas, sepertinya Erwin menggendong istriku secara berhadapan dan kaki istriku menggapit pinggangnya.

Mereka kembali 'in action', Erwin mengocok istriku dari depan sambil menggendongnya, karena di air maka tubuh istriku dengan mudahnya di angkat naik turun hingga semua kejantanannya masuk ke vaginanya bercampur dengan air kolam. Aku tidak dapat memperhatikan mereka lebih lanjut karena Diana sudah mendatangiku dan mulai menciumi punggungku. Kemudian aku terlalu sibuk menikmati Diana hingga tidak memperhatikan permainan mereka lebih lanjut.

Sebelum malam tiba kami telah menyelesaikan satu ronde di sekitar kolam renang, tapi aku masih penasaran karena belum merasakan kuluman Diana saat aku orgasme dan belum berhasil mendapatkan anal darinya.

Setelah makan malam, kami semua duduk di sofa ruang tengah sambil nonton VCD, pakaian yang kami kenakan hanya untuk sekedar mengusir dingin, tapi tetap membikin horny yang melihat, seminim mungkin pakaiannya, bila perlu tidak usah kalau tidak kedinginan. Istriku bercerita kenapa mereka terlambat datang. Dengan tenangnya dia duduk di samping Erwin, dia mulai bercerita.

"Kami sengaja jalan dulu ke Pasar Cipanas untuk mencari VCD porno di kaki lima pasar. Ketika menuju vila melewati jalanan setapak itu, kami menghentikan mobil di tepi jalanan yang sepi, karena jalan tersebut memang hanya menuju vila ini. Mulanya kami berciuman saja dan saling meraba, tetapi keadaan bertambah panas, maka pindah ke jok belakang. Erwin kemudian menyingkap rokku dan melepas celana dalamku lalu diikuti dengan melepas bra. Di jok belakang kami berciuman sambil tangan Erwin mengocok vaginaku hingga basah, lalu Erwin jongkok di depanku dan mengeluarkan kejantanannya. Ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam, dengan mengangkat kakiku di pundaknya, dia memasukkan kejantanannya yang sudah mengeras ke vaginaku dan mulai mengocok dan menyodok. Mobil terasa bergoyang-goyang mengiikuti irama goyangan Erwin. Kemudian Erwin duduk di jok dan aku di pangkuannya, sekarang aku yang menggoyang-goyang di pangkuan Erwin dan mobil kembali bergoyang. Tidak lama kemudian Erwin menyemprotkan spermanya ke vaginaku, dan segera aku turun dari pangkuannya, kemudian kukulum kejantanannya hingga sisa sperma yang ada tak berbekas lagi karena sebagian sudah masuk ke mulut dan sebagian lagi di sapukan ke muka, leher dan dadaku. Makanya kami datang terlambat dan tubuhku tercium aroma sperma." cerita Lily pada kami.

Selama dua hari menginap kami berempat melakukan pesta sex hingga kepulangan balik ke Jakarta. Banyak kombinasi sex dan variasi yang kami lakukan, meskipun Diana seorang bi-sex, tapi karena istriku straight, maka kami tidak dapat menikmati permainan lesbi show.

Variasi aku bermain dengan Diana dan Istriku, sementara Erwin hanya melihat sambil memegangi sendiri kejantanannya yang akhirnya dikeluarkan di mulut salah satu Diana atau istriku, begitu sebaliknya. Dan juga bagaimana kami berdua, aku dan Erwin, secara bergantian mengeroyok Diana kemudian ganti mengeroyok istriku. Atau di ranjang yang sama kami main dengan pasangan masing-masing (bukan istri), kemudian berganti ke istri masing-masing tiap 5 menit dan kembali lagi ke pasangannya, yang keluar duluan jadi pononton. Atau siapa saja boleh melakukan terhadap istri/suami siapa saja dimana saja kapan saja asal dia mau.

Sepertinya kami berada di surga dunia, yang hanya berhenti bermain sex apabila saatnya makan tiba. Banyak yang kami lakukan bersama-sama, baik di ranjang, ruang tamu, kolam renang, taman, sambil makan atau bahkan di mobil. Tapi dari semua itu yang paling berkesan adalah ketika kami bermain sex dengan istri masing-masing di ruang tamu. Aku lagi mengocok istriku dengan doggie style di kursi sementara Diana duduk di pangkuan Erwin dengan posisi membelakangi suaminya di kursi sofa yang sama.

Ternyata mereka melakukan anal. Sambil mengocok istriku dari belakang, kuremas-remas buah dada Diana. Kulihat Diana menggosok-gosok klitorisnya dengan jari tangannya ketika menggoyang kejantanan Erwin yang tertanam di anusnya. Beberapa saat kemudian kukeluarkan kejantananku dari vagina istriku, kudekati Diana dari depan dan kucium bibirnya. Dia mengocok kejantananku dengan tangannya sambil tetap bergoyang di atas pangkuan suaminya, kemudian kudekatkan kejantananku ke tubuhnya, kuusapkan ke daerah sekitar vagina, dia menghentikan gerakannya.

Perlahan kudorong masuk kejantananku ke vaginanya yang terasa begitu sempit karena dinding vaginanya terdorong oleh kejantanan Erwin dari anus. Kuangkat kaki kanannya untuk memudahkan menembus vaginanya. Liang Vagina Diana jadi begitu sempit, dengan kesabaran dan pelan-pelan akhirnya aku dapat membenamkan seluruh kejantananku di vagina Diana. Kini dia menerima dua kejantanan di kedua lubangnya. Terlalu sulit bagi Diana maupun suaminya untuk bergoyang, maka aku lah yang mendapat kewajiban mengocok vaginanya.

Dengan satu goyangan dariku, baik Erwin maupun istrinya merasakan sensasi yang luar biasa. Kurasakan ganjalan kejantanan Erwin di dinding vagina istrinya saat aku mengocok keluar masuk. Sementara istriku mendekat ke arah Erwin dan mereka berciuman ketika aku mengocok vagina istrinya.

Tidak lama kemudian kurasakan denyutan pada dinding vagina Diana diikuti erangan keras dari suaminya. Ternyata Erwin menyemprotkan spemanya di anus istrinya, kuteruskan kocokanku. Sebenarnya aku berniat untuk mengganti posisi Erwin di anus Diana, tapi dia tidak mengijinkan. Setelah Erwin mengeluarkan kejantanannya dari anus istrinya, maka aku pun mengeluarkan dari vaginanya dan kembali berpaling ke istriku yang dari tadi memperhatikan aksi kami.

Setelah cukup lama aku mengocok istriku dengan berbagai posisi dan disaksikan suami istri Erwin-Diana, akhirnya aku mengalami orgasme. Kusodorkan kejantananku yang baru menyemprotkan sperma di vagina istriku ke mulut Diana yang lagi duduk di sebelah suaminya. Tanpa ragu disambutnya dengan penuh hasrat. Itulah variasi yang paling berkesan.

Kami memang sering melakukan acara seperti ini, terutama dengan pasangan yang usianya sebaya dengan kami. Just for fun dan sekedar mencari variasi dari pada selingkuh di belakang pasangan kami masing-masing. Lebih baik selingkuh 'resmi' seperti ini, paling tidak itu lah pemikiran kami saat ini, dan kami yakin banyak yang tidak setuju maupun yang setuju.

Tamat

Pagar Makan Tanaman

Namaku Robby. 10 tahun yang lalu, aku punya kisah nyata yang sangat asyik dan sayang untuk tidak aku bagikan pada rekan netter 17Tahun. Pengalamanku memuaskan istri teman yang sedang birahi berat namun tidak mendapatkannya dari sang suami, sangat membekas dalam kehidupanku, sehingga karena pengalaman ini pula yang membuat aku sampai kini sering sulit untuk menolak beberapa istri kesepian yang membutuhkan pemuasan birahi. Seperti netter ketahui (yang sudah berpengalaman RT), bila istri sudah birahi dan tidak mendapatkan pemuasan yang maksimal, banyak efek samping yang akan timbul, seringkali keluhan nyeri kepala, mual dan gangguan emosional selalu menyertainya.

Aku hidup dan berbisnis di kota D dengan pulaunya yang sangat terkenal di mancanegara, juga dengan pantai K nya yang indah, tempat wisatawan menjemur diri. Aku bergerak dibidang farmasi. Aku punya teman dekat, baik secara persahabatan maupun dalam bisnis. Namanya Har (samaran) dan istrinya cantik, anggun, usianya sekitar 25 thn, biasa dipanggil Henny. Hubungan bisnisku dengan Har dan istrinya berjalan sinergis, karena Har dan Henny bergerak dibidang Alat Kesehatan (Alkes). Aku sering membawa klien/konsumen pada mereka, demikian juga aku sering mendapatkan orderan dari mereka. Setiap Har memberikan orderan sales untukku, Henny selalu menambahkan orderan tersebut, sehingga menguntungkan aku secara value. Hal ini menambah rasa respekku pada Henny, karena dia selalu memperhatikan dan membantu salesku kalau sedang jelek, tanpa sang suami mengeluhkannya.

Berjalannya waktu, sekitar 1,5 tahun sejak aku kenal mereka, bisnis kami berdua sukses dan Har mengembangkan usahanya sampai keluar kota, bahkan keluar pulau. Seringkali kalau Har pergi cukup lama, dia selalu menitipkan istri dan anaknya padaku untuk aku perhatikan segala sesuatunya. Karena kedekatanku sudah seperti keluarga sendiri, setiap pesan Har selalu aku perhatikan. Aku akui, bahwa Har sungguh berbahagia memiliki istri yang boleh aku katakan mendekati sempurna, dengan tinggi 167 cm, berat sekitar 49 kg, kulitnya putih mulus, penampilannya lemah lembut dengan sedikit kemanjaan dan di pipinya tak ketinggalan dengan lesung pipitnya. Kesanku bahwa kedua insan ini nampak rukun, damai, karena setiap aku berkunjung ke tempatnya, tak pernah sekalipun sang suami tidak didampingi istrinya dan setiap kali istrinya selalu tidak pernah jauh duduk disebelah suaminya sambil salah satu tangannya menggelayut dipundak sang suami, mesra sekali nampaknya. aku jadi iri dibuatnya.

Suatu ketika, Har telepon aku dan berpesan titip anak dan istrinya, karena Har akan ke pulau K selama seminggu.
"Rob, aku mau ke K seminggu, kamu kalau butuh order, langsung aja sama henny yach, tolong perhatikan juga anak istriku ya", pesannya.
"Okey Har, ngga usah kuatir, akan aku bantu apapun keperluan istrimu".
Seperti biasanya, setiap Selasa aku selalu datang ketempat keluarga har untuk mendapatkan orderan, dan seperti biasa juga bila sang suami tidak ada maka Henny yang menemuiku.
"Hay Hen, gimana kabarnya, aku minta orderan nikh, kasih yg banyak ya", pintaku padanya.
"Mau berapa kamu Rob, aku sih siap bantu kamu berapapun kamu minta", balasnya.
Ahh, kalau itu sih aku yakin Henny tahu kebutuhanku, iya ngga?".
Setelah pelanggan sepi dan aku mendapatkan orderan dari Henny, aku akan pamit pulang.
"thanks orderannya ya Hen, kalau ada problem, kontak aku aja", pesanku.
Aku langsung tancap kemobil dan membuka pintu.
"Robby, Rob, ntar dulu, kenapa sih buru-buru pulang?", tanya Henny.
Belum sempat aku menjawabnya, dia langsung menyampaikan keluhannya.
"Rob, itu lho si Raymond (anaknya) agak ngga enak badan, suhu badannya tinggi, dimana yach dokter anak yang bagus, kamu khan tahu?", katanya.
"Oh ada, itu dr. AH di jl.Diponegoro, bagus dokternya", kataku.
"Kamu bantuin aku yach, antarin aku ntar sore", pintanya.
Aku bingung untuk menjawabnya, bingung antara menolong sebagai istri teman baikku dengan perasaan sungkanisasi yang tinggi karena suami tidak ada, kuatir jadi bahan gunjingan tetangganya, apalagi dokter spesialis anak tsb sampai malam selesainya. Henny tahu keraguanku.
"Ayolah Rob, please bantu aku. Pegawai dan sopirku jam 05.00 sore khan udah pulang. Apa aku perlu telepon istrimu untuk mintain ijin?".
Karena kasihan anaknya sakit dan dia sendirian tanpa suami, aku iba.
"Okeylah, kamu mau telepon istriku atau ngga, terserah. Pokoknya ntar sore jam 16.50 wita, aku jemput kamu yach, jangan terlambat", jawabku.
"Thanks ya Rob, kamu baik banget deh, aku udah siap pasti", sahutnya.

Tepat pukul 16.50 wita aku sudah berada di depan pintu rumahnya. Aku tekan bel rumah dan selang beberapa saat Henny muncul dengan pakaian sederhana.
"Ntar ya Rob, tadi ada pelanggan itu lho, aku jadi belum siap kamu datang. Tunggu bentar yach, kamu baca-baca dulu deh", katanya.
"Okey Henny, sampaikan dulu, rias yang cantik biar dokternya naksir ama kamu", gurauku padanya tanpa ada jawaban darinya.
Sekitar 15 menit kemudian, muncul Henny dari balik pintu kamar dengan Gaun yang amboi indahnya. Gaun yang sepantasnya digunakan saat ada pesta atau acara resmi. Aku tertegun akan kecantikannya, kelembutannya dengan mengenakan gaun tersebut. Dengan gaun panjang, putih halus kombinasi bunga-bunga tulip pink didadanya kebawah, aroma parfumnya yang lembut dan pati harganya diatas 1 juta. Dengan sepatunya yang tidak terlalu tinggi (memang Henny body nya sudah tinggi), menambah keanggunan dirinya.
"Hey Rob, emangnya kenapa? koq bengong gitu sih? cantik ngga gini?", tanya Henny.
"Aduh, anggun banget lho Hen. sampai aku terpesona. Apa ngga terlalu bagus untuk hanya kedokter anak, Hen?", saranku padanya.
"Karena Robby yang suruh, okey aja aku tukar bajunya. Kalau gitu, kamu tunggu dulu ya Say..", jawabnya sambil berlari masuk ke kamarnya.
Terkejut aku dibuatnya. apa aku ngga salah dengar nikh, sejak kapan Henny panggil aku semesra itu? Memang bukan henny kalau tidak buat hatiku selalu berdetak keras, dag.. dig.. dug..! Kejutan demi kejutan makin membuat aku mengaguminya. Aku sendiri diruang tamu menunggu sang bidadari ganti pakaian. Sudah 2 kali aku dikejutkannya. Lamunanku pada kejutan pertama dengan gaun indahnya, kedua panggilan mesra yang "mungkin hanya boleh ditujukan pada orang yang paling dicintainya".
"Rob, gimana kalau aku pakai pakaian casual gini, masih feminin ngga?", tanyanya dengan penuh manja sambil menggendong si Raymond (anaknya).
Kembali aku tertegun dibuatnya.Dengan jeans ketatnya dikombinasikan atasan tipis warna biru muda, dengan bunga-bunga kecil warna putih hijau, dibagian bawah bajunya ditali simpul, menampakkan keanggunannya walaupun dengan pakaian gaya apapun. Bisa feminin, bisa juga sensual dengan pakaian casualnya.
"Rob, koq diam aja sih, ngga setuju aku casual gini ya?", tanyanya.
"Henny bidadariku, aku sangat setuju 1000% deh, anggun banget kamu".
"Apa, apa kamu tadi bilang Rob, coba ulangi sekali lagi?", pintanya sambil mendekat dan mencubit perutku sebelah dalam.
"Aduh, sakit lho Hen!", teriakku kecil, karena takut si kecil terkejut.

Tanpa basa-basi lagi, aku segera ajak Henny dan anaknya segera berangkat, karena aku sudah daftarkan dan mendapatkan urutan nomor 26. Perjalanan aku tempuh cukup singkat dan aku bersama Henny terdiam membisu selama menunggu giliran dipanggil masuk. Pikiranku berkecamuk membayangkan kemanjaannya, cara dia mencubitku. Juga saat itu aku kuatir bila ada teman istriku yang lain ketemu dipraktek tsb, atau jumpa relasi, khan bisa timbul rumors macam-macam nantinya, walaupun kalaupun istriku tahu, tidak akan menimbulkan masalah. Kemudian giliranku dipanggil masuk, aku suruh dia masuk sendiri keruang dokter, tapi wajahnya cemberut tanda protes. Aku bingung, gimana nanti sang dokter ngga kaget, koq aku sama perempuan lain? (dokternya sudah kenal denganku). Aku ikuti saja kemauannya, dan setelah aku jelaskan persoalannya pada sang dokter, diperiksa dan diberikan resep. Aku keluar dan menebus obat racikan diapotik sebelah praktek dokter.

Semua berjalan lancar dan aku meluncur pulang kerumah Henny. Si kecil ternyata tertidur pulas dan ternyata tiudrnya terus sampai pagi tidak bangun. Rupanya si kecil cukup paham terhadap sikap, keinginan hati sang maminya. Dalam perjalanan, aku tidak banyak komentar, demikian juga dengan Henny. Entah mengapa, sejak aku panggil dia bidadari, sejak saat itu dia banyak diam. Diam yang bagaimana, hanya Henny yang bisa menjawabnya. Namun nampak wajahnya penuh sorot bahagia, dibuatnya dikit-dikit manja padaku, tanpa mau bicara. Itulah wanita, seribu rahasia hatinya disimpan rapat, bagaikan merpati yang tulus dan suci. Tapi kalau sudah kena hatinya, apapun dia akan pasrahkan, apalagi kalau sang arjuna bisa memanjakannya. Aku rasa semua wanita mempunyai kemiripan yang sama, wanita itu ingin dipuji, dipuja, disanjung, dimanjakan, maka pasti seluruh jiwa raganya akan dipasrahkan pada kita. Banyak pria kurang memahaminya, wanita dijadikan obyek derita, wanita dijadikan pelampiasan nafsunya, tanpa mau mengerti perasaan wanita. Karena hal ini, timbul banyak maslah RT dalam perkawinan, itu tidak lain karena kaum Adam biasanya super egois. Tapi syukur, aku salah satu type pria yang mau mengerti jiwa wanita, aku bisa menyelami perasaan wanita dan aku punya kelebihan bisa membaca suasana hati wanita yang sedang aku hadapi. Demikian yang aku hadapi saat ini, sesosok istri yang cantik, anggun dan manja, penuh romantisme, feminin dsb.

Tepat pukul 18.55 wita, aku tiba kembali dan Henny segera masuk kamar tidur si kecil dan aku menutup pintu pagar. Mobil tetap aku parkir diluar, karena aku pikir tidak lama aku akan pamit pulang. Semua aku lakukan hanya demi menghormati teman baikku, tidak enak berlama-lama dirumah dengan istri orang sendirian saja.
"Rob, kamu jangan pulang dulu yach, temenin aku dinner, okey?", tegur Henny setelah keluar dari kamar.
"Aduh Hen, sorry deh, ini udah malam, ngga enak dilihat tetangga. Khan suamimu ngga dirumah", jawabku.
Tanpa kuduga, wajahnya langsung memerah dan menampakkan kekecewaan yang dalam.
"Rob, aku itu ngga bisa ma'em sendirian, ntar aku ngga ma'em sakit, khan kamu yang repot nganterin aku ke dokter lagi", rayunya padaku.
"Gimana ya Hen", jawabku singkat dan bingung.
"Udah deh, apa aku perlu teleponin istrimu. Please Rob, please bantu aku, temenin aku sekali aja, khan ngga tiap kali kamu bisa nemenin aku berdua aja dinner di rumahku?", rayunya penuh manja.
"Khan udah sering aku makan malam disini, Hen", jawabku menguji.
"Aku pingin berdua aja ama kamu Say.., please yach. Aku mau banyak curhat ama kamu, kapan lagi Rob, mau ya, yach?", pintanya terus merengek tanpa aku diberi kesempatan menjawabnya.

"Ayolah Rob, aku udah siapin masakan kesukaan kamu lho siang tadi. Kamu khan paling suka Tenderloin steak thoo..?", serbunya tanpa aku bisa komentar.
"Okey Hen, gini aja. Aku call suamimu dulu deh, biar suamimu tahu anakmu sakit dan aku tadi ngantarin kamu dan.. aku diundang dinner kamu, gimana okey..?", ini permintaanku yang rasanya win-win situation.
"Boleh aja Rob, berarti kamu mau khan, asyiik..!", begitu responsnya.
Aku berpikir, gawat juga deh menghadapi istri seperti gini, situasi ini bikin aku sulit menolaknya dan segera aku kontak si Har untuk memberitahunya dan ternyata Har penuh pengertian dan sangat percaya padaku dan istrinya.Akankah kepercayaan ini disalahgunakan?
Pembicaraanku dengan suaminya didengar oleh Henny dan langsung wajahnya menampakkan sinar bahagia, seperti anak kecil mendapatkan ice cream.
"Nah Rob.., kamu tunggu bentar yach, aku ganti baju dulu dan siapin ma'em nya biar asyik, benar ngga Say..?", pintanya dengan senyum manis.
"Yach.., aku tunggu deh", sahutku.
Aku pikir, sejak sore hari sudah 3 kali panggil aku dengan kata "Say", apa gak salah tuh istri Har ini?
Setelah aku tunggu cukup lama sekitar 20 menit, Henny keluar dari balik pintu kamarnya dengan "daster tipis tembus pandang" warna pink.Daster yang menurut aku hanya layak digunakan di kamar tidur bersama suami tercinta. Apalagi dasternya model tali kecil di pundak, dengan potongan di dadanya sangat rendah, sehingga jelas nampak olehku dadanya yang putih mulus dengan belahan bukit kembarnya yang aduhai.. seperti buah sedang ranum-ranumnya. Gila benar Henny ini, pikirku. Karena sinar lampu kamarnya yang sangat terang sedangkan diruang tamu cukup redup, maka di balik dasternya terlihat belahan pahanya yang mulus sampai ke pangkalnya. Di balik daster tipisnya, terlihat BH dan CD mininya berwarna "merah anggur", kombinasi warna yang sangat serasi dan nampaknya Henny ini sukanya warna-warna pastel dan pintar mengkombinasikan warna. Pikirku, di ranjangpun pasti suaminya puas, pasti Henny juga pintar mengkombinasikan gerakan-gerakan ataupun variasi sex yang bikin pria melayang-layang bagaikan di langit ke tujuh.

"Robby sayang.., koq ngelamun terus to, ngga rela yaa dinner disini? Atau ada janji ama WIL mu? he.. he.., bercanda lho Rob..", sapanya bikin aku tersadar dari lamunan sambil dia mendekat padaku.
"Ngawur aja WIL, emangnya aku ada tampang nge-WIL apa? Ngapain mikirin WIL yang jauh, wong ada bidadari disini..", sahutku.
Aku pikir pertanyaan tentang WIl itu pasti cuman pancingan aja dari Henny dan sudah kepalang basah aku buat Henny makin tersanjung aja dengan panggilan bidadari. Aku ingin tahu reaksi selanjutnya.
"Kamu anggap aku bidadari Rob? Ngga salah tuh? Apa pantas sih Rob?", pancingnya lagi makin mendekat, dekat sekali sampai tercium wanginya.
Aku pikir, kena tuh pancinganku. Aku paham benar hati seorang istri/ceweq, kalau udah dimanjain gitu pasti langsung terkapar klepek-klepek, seperti ayam baru disembelih.
"Iya bidadariku.., aku tadi bukan ngelamun tapi kagum ama penampilanmu Hen. Aku bayangkan betapa bahagianya suamimu punya istri seanggun gini. siapa ngga akan kerasan di rumah terus? Seandainya aku punya istri kayak Henny, wah.. aku betah dirumah..", aku sanjung lagi dia.
"Itu menurut kamu.., tapi Har dingin banget koq ama aku. Lagian, apa hanya suami aja yang harus dibahagiakan istrinya? Apa istri juga ngga patut dibahagiakan Rob..?", protesnya dengan manja padaku.
Wah.. mati aku, makin terbuka aja nampaknya nikh. Kena juga pancinganku.
"Wouw, salah besar kalau suami harus dibahagiakan "tanpa" istrinya ikut bahagia. Itu pandangan jaman Siti Nurbaya Hen..!", sanggahku.
"Terus, gimana pendapatmu tentang posisi seorang istri Rob?", tanyanya.
"Aku sangat tidak setuju dengan type cowoq begitu. Di mataku, ceweq itu ciptaan Tuhan yang sempurna, patut untuk disayangi, dihargai, dimanjakan dan untuk itu kita nikah khan karena saling menyayangi, Hen..!".
"Apa suamimu dingin toh Hen..? Kasihan dong kamu Hen..?", tambahku.

Di luar dugaanku, dia tidak menjawab pertanyaanku tapi malah merebahkan kepalanya di pundakku, dan bajuku tahu-tahu sudah basah oleh airmatanya.
"Rob, hanya kamu pria satu-satunya di luar suamiku yang tahu hal ini. Aku percaya kamu, aku tahu kamu baik dan bisa menyenangkan hatiku, makanya aku berani buka penderitaan bathinku selama ini", sahutnya pelan.
"Ak.. ak.. aku lama memendam derita ini Rob! Istri mana yang kuat dengan situasi, Rob..!", tambahnya sambil mulai sesenggukkan.
"Aku pingiin banget cerita ama kamu, aku tahu kamu penyabar dan pasti mau dengerin keluh kesahku.. dan aku harap kamu pria yang bisa membahagiakanku, mau kamu Rob..?", terus aja dia nyerocos tiada henti dan nampaknya bagi Henny malam inilah puncak pemberontakan hatinya.
"Jangan gitu Hen, apalah aku, aku siap koq bantu kasih masukan ke suamimu bila perlu", jawabku sebisanya karena hatiku sudah terbuai aroma birahi.
"Jangan.. jangan Rob, percuma. Dia sudah sangat dingin dan ngga akan berubah dan aku.. aku.. udah ngga respek lagi ama suamiku", jawabnya sambil tangannya menarik tanganku, didekapnya tangan kananku dan pelan-pelan ditaruh di dadanya sambil ditahan oleh kedua tangannya (posisi dia ada di sebelah kiriku).

Perlahan-lahan aku tarik dia dan aku ajak duduk disofa panjang, aku tenangkan dia dan dia kududukkan dikiriku tanpa aku lepas tanganku didadanya, kapan lagi pikiranku yang sudah mulai ngeres. Aku belaian rambutnya yang harum dengan penuh kasih sayang dan kukecup keningnya tanpa permisi lagi. Dia diam saja bahkan matanya dipejamkan sambil wajahnya dipalingkan kearahku, seperti menanti ciuman berikutnya ditempat yang lebih nikmat, benar-benar siap menanti kulumanku.
"Hen.. berapa lama kamu udah menderita, bidadariku..?", rayuku sambil tangan kananku mulai aku turunkan perlahan-lahan.
"Bukan pertanyaan itu yang aku butuhkan Robbyku..", sambil reflek bibirnya menyerangku.
Dikulumnya bibirku, diciumnya dengan nafsu sampai ke hidungku segala, demikian birahinya Henny malam itu.

Tanpa memikirkan bahwa itu adalah istri temanku sendiri dan memang "nafsuku akan sangat cepat meningkat" bila melihat kemanjaan wanita seperti di hadapanku saat ini. Ditambah gaunnya yang menerawang, aroma parfumnya yang pasti harganya jutaan, ketiaknya yang putih bersih tanpa bulu, mata hatiku sudah gelap.. gelap sekali. Aku balas ciuman bibirnya, aku mulai buka mulutkan, aku mainkan lidahnya, aku kulum bibir luarnya yang tipis dan sensual, aku jelajahi rongga mulutnya dengan jilatan lidahku sambil tanganku mulai berani makin turun. aku remas-remas halus, halus sekali buah dadanya. Henny mulai mendesah panjang, ahh.. ohh.. hhm.. hmm..! Tanganku kubawa ke belakang, ingin aku buka ikatan tali BH nya, ehh.. malah dia membusungkan dadanya seolah menginginkan agar segera tali BH itu dibuka.

Sekali tekan, lepaslah tali itu dan.. Henny makin buas menyedot-nyedot lidahku, sampai ketarik dalam sekali dan mau muntah nikmat rasanya. Tangan kananku mulai kedepan kembali, kusentuh pinggir putingnya tanpa aku mau menyentuh putingnya dulu dan tangan kiriku membelai rambutnya. Dia memajukan dadanya, menggerak-gerakkan seolah minta segera disentuh putingnya, dan.. sengaja makin aku jauhi puting itu, makin dia penasaran dan makin desahannya tidak karuan (itu memang teknik aku memancing birahi wanita yang sudah puncak, aku biarkan birahinya tersiksa, dengan teknik ini wanita akan mampu orgasme berkali-kali. Pengalamanku dengan istriku, hanya foreplay dengan sentuhan dan kuluman bibirku di bibirnya di variasi di puting, di telinga dan terakhir di bibir vagina sampai masuk kena klitorisnya, dia bisa orgasme 2-3 kali. Baru setelah itu, aku tembakkan senjataku yang teramat tegang dengan kocokan lembutnya dengan berbagai variasi selama sekitar 10-15 menit, akan membuat minimal orgasme sekali dengan gelora birahi paling puncak dan biasanya aku mencapai klimaksnya dengan memuntahkan spermaku).

"Robby sayang, sentuh.. sentuh putingku Rob, kulum.. cepet kulum Rob.. aku butuh kenikmatan darimu Rob.., ayo.. jang.. jangan mainkan birahiku Rob, aku tersiksa bertahun-tahun, puaskan aku.. puaskan aku, please..!", pintanya sambil berontak dan gaun itu sudah tidak karuan lagi posisinya dan aku terkejut, bibirku digigitnya.
Aku kecup lehernya yang jenjang dan aku kasih kecupan membekas merah anggur, karena aku tahu suaminya masih lama datangnya. Di tengah gelora nafsuku, otakku masih bisa berpikir normal, peduli amat, kalau suaminya mau datang masih nampak merah, aku kerokin aja lehernya, suruh Henny bilang kalau masuk angin, khan beres ngga akan curiga suaminya.

Ciumanku mulai turun ke dadanya, aku lama bermain di sekitar itu sambil jari kananku mulai sentuh putingnya lembut sekali. Puting itu demikian tegangnya, entah berapa lama ketegangan itu terjadi. Dia menggelepar menerima sentuhan lembut pertamaku di putingnya. Aku pilin pelan-pelan dan tangan kiriku mengangkat ketiaknya. Aku angkat dia biar berdiri dengan maksud aku ingin membuka dasternya. Dia paham banget dan membantu menaikkan dasternya keatas dengan cepat dan penuh nafsu, dilemparkannya daster itu jauh sekali sambil menyerbu bibirku kembali.

Tinggallah dua bukit indah dan kenyal di hadapanku dan dibawahnya masih menempel CD merah anggurnya. Demikian buas dan binalnya Henny bila birahinya memuncak, padahal Henny yang kukenal sangat kalem dan lemah lembut. Itulah wanita, sangat berbeda bumi langit antara penampilan luarnya dengan saat di ranjang (kalau mengerti merangsangnya lho yach). Dengan bertelanjang dada dan dengan nafsunya, aku ditarik keras sampai terjatuh di sofa panjangnya. Mungkin ini sudah diharapkan oleh Henny. Tertindihlah tubuh Henny olehku, dengan perlahan tanpa mau melepaskan bibirnya dari bibirku, dia merebahkan diri sambil tangan kirinya menekan kuat aku ketubuhnya, dia ngga mau tubuh kami terpisah, terasa olehku kekenyalan bukit kembarnya.

Tanpa melewatkan kesempatan yang indah di depanku dan situasi birahi Henny yang sudah demikian meletup-letup, maka perlahan tapi pasti ciuman bibirku mulai mengarah ke payudaranya yang kanan, sementara tangan kananku masih melanjutkan memilin-milin puting kirinya. Desahan birahi dan geleparan badannya sudah tidak teratur. Tercium olehku aroma birahi wanita dari nafasnya. Jika pria kurang perhatian, pasti mereka tidak mengetahui perubahan aroma nafas seorang wanita yang birahinya memuncak. Lidahku aku mainkan menggelitik puting kirinya, sebentar aku lepas sesat kemudian aku kulum lagi. Nampak rasa kecewa Henny saat bibirku lepas dari putingnya, tapi matanya terpejam kembali sambil melenguh panjang bila bibirku menyentuh putingnya kembali. Permainan ini sengaja aku ciptakan, biar Henny merasakan ketagihan yang luar biasa, disitu biasanya orgasme wanita hampir tiba.

Tangan kananku mulai lepas dari puting kirinya, perlahan dengan lembut sekali hampir tidak menempel di kulitnya, aku rabakan tangan kananku menurun ke perut dan sekitar pusarnya. Pantatnya sedikit terangkat sambil rambutku dijambak-jambaknya, pertanda meminta sentuhan yang lebih jauh dan lebih nikmat. Dipaksanya kepalaku turun ke bawah, tapi sengaja seolah aku kurang paham, aku terus permainkan puting kanannya, lidahku berputar-putar bagaikan baling-baling helikopter, menerjang keras dan kadang lembut, sambil tangan kananku berputar-putar di antara bawah pusar dan di atas rambut kemaluannya. (Pria yang paham akan hal ini, akan mempermainkan jari-jarinya cukup 1-2 menit di daerah ini, karena daerah ini mempunyai sensitifitas yang tinggi bagi wanita, aliran darah akan memusat di sekitar daerah tersebut, hingga menimbulkan rangsangan yang puncak untuk siap menyemprotkan cairannya. Aku permainkan jariku di situ tidak lama hingga timbul reaksi yang di luar dugaanku sama sekali.
"Hayo.. sayang, ayo.., sentuhlah pusat kenikmatanku. Henny butuhkan saat ini, ay.. ayo.. ayoo.. Rob. Kejam kamu Rob, kejam kamu, aku mau puncak Rob!", teriaknya keras sekali sambil pantatnya terangkat tinggi bertumpu pada kakinya.
"Iya bidadariku.., tunggu saatnya tiba, aku tahu kapan saat kenikmatanmu akan tiba, aku akan buat bidadariku terbang ke Surga kembali, melayang diawan-awan, ayo Hen.. rasakan.. rasakan yach.., terus.. nikmati aja", celotehku tak karuan lagi sambil tetap memujanya.
Pantatnya terus diangkat beberapa kali sambil menggelepar-gelepar, rambutku dijambak, didorong minta pusat kewanitaannya segera aku sentuh. Aku tetap mendiamkannya, aku buat dia tersiksa dan ciuman bibirku kupindahkan ke puting kirinya dan "secepat kilat", jari tengah kananku menyetuh bibir kemaluannya. Makin menggeleparlah dia dan terasa sudah sangat becek oleh cairan kewanitaannya. Aku gosok-gosok lembut antara bibir kemaluannya sampai ke bawah mendekati anusnya. Saat jariku menyentuh bagian bawah dekat anus, Henny berteriak keras sambil memukul kepalaku.
"Robby.. Robby.., jangan siksa aku, ayoo.. lakukan untukku Say..", pintanya.
Secara pelan aku gosok 3-4 kali, mendadak seluruh tubuhnya mengejang, pantat diangkat tinggi sekali, berteriak histeris dan pundakku dicengkeram dengan kuat dan sampai tergores oleh kukunya. Saat itu menyemprotlah cairan kewanitaannya sangat banyak. Semprotannya seperti pria sedang buang air seninya, sampai mengenai seprei putih di kasurnya. Inilah orgasme pertama yang diterimanya dariku.

Pikirku, tunggu bidadariku, sebentar lagi kubuat kamu melayang-layang kembali, menyemprotkan cairanmu kembali bagaikan pemadam kebakaran menyemprotkan air secara deras. Sejenak tubuhnya melemas, cengkeramannya lepas dari pundakku tapi tangannya mengelus kepalaku. Kulihat senyum manis.. sekali terlihat dari bibirnya yang sensual. Tangan kananku lepas dari kemaluannya, aku elus pahanya sambil bibirku menciumi pusarnya.
"Ahh Rob, geli.. geli Rob! Sayang.., kamu hebat Say.. belum apa-apa aku sudah kamu buat orgasme. Sampai berapa kali Say mau buat aku orgasme seperti tadi?", tanyanya mengandung makna meminta dan meminta.
"Tenang Hennyku yg lembut, berapa kalipun kamu inginkan, aku siap memuaskanmu, kamu malam ini menjadi milikku sepenuhnya", kataku merayu.
"Jangankan malam ini, selamanyapun kalau Robby mau memilikiku, aku siap tinggalkan Har, serius sayangku. Aku butuh kenikmatan darimu", sahutnya.
"Bener nikh bidadariku? Itu tadi belum apa-apa lho, tunggu babak berikutnya yang lebih heboh, surprise untukmu bidadariku..", janjiku.
"Kapan.., sekarang dong Say, aku udah siap nikh menerima serbuanmu".
"Tunggu sayang, sabar aja yach! Kamu akan rasakan bedanya sentuhanku dibanding suamimu dan pria lainnya, tunggu yaa..!", aku meyakinkannya.

Tanganku mulai meraba bawah pusarnya secara halus, terasa gelinjang pantat Henny menerima sentuhanku kembali. Bibirku mulai menjelajahi ketiak kirinya. Menggelinjang lagi dia. Ketiak yang tanpa bulu, putih bersih dan harum baunya, membuat penisku berdenyut-denyut keras dan tak kuduga menyentuh tangan kanan Henny yang masih menggelayut lemas di pinggir sofa.
"Rob.., apa nikh.. pentung karet atau Mr. "P"-mu Say?", celetuknya. (Henny pakai istilah itu untuk penisku).
"Emangnya kenapa bidadariku?", tanyaku pura-pura tidak paham.
"Koq gede banget, panjang dan keras.Apa ngga jebol vagina ceweqmu?", katanya terheran-heran.
"Emang punya suamimu seberapa?", pancingku ingin tahu punya suaminya.
"Ahh.. sudahlah.. jangan nanya-nanya itu lagi. Aku udah bilang, muak aku ama suamiku..", bentaknya.
Bentakan seorang istri yang aku tahu tidak pernah mendapatkan kepuasan dari suaminya, walaupun menunggu sekian tahun, yang saat ini sedang merengkuh kenikmatan tersebut dan merajut kasih dengan teman suaminya.
"Sorry Say, aku merusak susana kenikmatanmu. Okey lupain yach", kataku.
"Ngga apa-apa sayang, sorry aku marah. Aku tidak mau terlewatkan sedetikpun kenikmatan yang baru aku raih bersamamu, Rob..!", sahutnya.
"Robby, mau khan kamu kasih kenikmatan aku lagi, please mulai ya..", pintanya padaku dengan manja sambil mengelus meraih batang kemaluanku.
Tanpa mendapatkan jawabanku, aku mulai menjelajahi seluruh permukaan perutnya dengan bibirku. Aku cium, aku sedot pusarnya yang bersih dan harum (mungkin tadi sedikit disemprotkan parfum).
"Ahh.. nakal kamu yaa Say, geli banget lho Say..!", serunya.
"Mau yang geli atau yang sakit, bidadarku?", tanyaku balik.
"Terserah kamu aja. Aku seneng lho Rob kamu panggil aku bidadari".
Aku teruskan cium pusar itu, terus turun dan turun mendekati bulu indah kemaluannya. Dipikirnya aku akan melanjutkan ke bawah dan mungkin ini yang diharapkan dan aku tahu itu. Sengaja aku buat "trik" agar dia protes dengan cemberut manjanya. Ternyata benar juga.
"Rob, terusin ke bawah donk. Kenapa, jijik ya? Emang kamu ngga pernah kiss kewanitaan istrimu?", pancingnya penuh arti.
"Tenang bidadariku, tunggu dong, sabar..! Kenikmatan akan makin puncak kalau dilakukan dengan lembut sayangku", sahutku.
"Ini yang ngga aku dapetin dari Har lho sayang..", pengakuan jujurnya.
Aku kulum terus sekitar pusar dan bulu halus kemaluannya dia terus mendesah dan makin keras desahan itu sambil mengangkat tinggi pantatnya minta kusentuh klitorisnnya. Tapi aku biarkan dia menderita dengan kenimatannya, aku bikin nafsu birahinya mendekati puncak lagi. Aku baru mau memulai babak kedua untuk kenikmatannya.

Babak kedua aku mulai dengan mencium mata Henny. Dia diam dan menikmatinya sekali. Kudiamkan cukup lama kecupanku di matanya, sambil jari tengah tangan kananku bermain di pusarnya. Kuraba pinggir pusarnya, berganti masuk ke dalam pusarnya. Keluar lagi, masuk lagi terus menerus sampai dengus nafasnya mulai timbul lagi karena rangsangan itu.
Ciumanku beralih ke rambutnya, turun ke telinga kanannya, lidahku menjilati daun telinga bagian dalamnya, menjelajahi semua daerah dalam telinganya dan nampak tubuh Henny mulai menggeliat penuh nafsu. (Bagi sebagian wanita, daun telinga karena kulitnya sangat tipis, sangat sensitif menerima rangsangan dan hasilnya biasanya dahsyat, biasanya langsung cairan kewanitaannya mengalir keluar di vaginanya).

Aku tahu dia suka dengan jilatan di telinga itu, maka sengaja kuperlama, terus turun leher bagian dalam (bawah dagu) dan naik lagi ke dagunya. Lenguhan panjang mulai sering keluar spontan dari mulutnya. Kuturunkan ciuman tersebut ke payudara kirinya, sementara tangan kananku mulai turun menyentuh bibir kemaluannya, mengelusnya, sedangkan tangan kiriku memilin-milin puting kanannya. Aku tekan keras, aku longgarkan, aku tekan lagi sambil aku lakukan gigitan mesra di puting kirinya.
"Auuw.., ihh nakal cayang yaa..", jerit kecilnya sambil membelai rambutku dengan manja.
"Teruskan Say.. Say.., aku suka koq, gigit lagi Say, gigit..", pintanya.
Ahh.. kena juga pancinganku, tambah lagi daerah sensitif Henny yang kuketahui (telinga, pusar, sekitar bulu kemaluannya dan putingnya). Seolah tanpa merespons, aku sedikit menjauh dan ternyata dia menyorongkan susunya mulutku. Aku gigit mesra lagi, pelan tapi lama tak kulepaskan. Dia menggeliat hebat dan menjambak rambutku.
"Gila kamu Rob, pintar banget kamu menaikkan nafsuku. Gila.. gila..", celotehnya nggak karuan sambil tetap menjambak rambutku keras sekali.

Aku buat strategi baru.Tangan kananku meninggalkan kemaluannya dan dia nampak tidak mau tanganku menjauh dari situ, sebab tangannya menuntun tanganku kembali ke sana. Tapi aku lepaskan. Kedua tanganku beralih ke gunung kembarnya yang putih dengan putingnya yang masih kemerah-merahan. Melihat bentuk sekitar putingnya, nampaknya si Har jarang menyedot dan mengulumnya. Sebab kalau puting sering dikulum dan disedot, apalagi sudah punya anak, pasti akan berubah warna coklat kehitam-hitaman. Aku remas-remas kedua susunya sambil aku mainkan putingnya. Kemudian aku tarik sama-sama ketengah dan kutemukan ujung puting kiri dan kanannya, aku hisap dalam-dalam sambil aku gigit pelan sekali. Nampaknya dia menikmati sekali dan minta lagi dan lagi dengan menekan kepalaku agar tidak bisa lepas dari kedua ujung putingnya.

"Ahh.. Ohh.. hhm.. hmm.., terus Rob, terus! Gila bener, Ahh.. terus sedot, terus gigit Say sampai pagi, nikmat sayangku.. nikmat sekali, jangan pernah berakhir Say, terus.. terus, Ahh.. Ohh..!", rintihnya hebat.
Wouw.. aku lihat rona wajahnya memerah pertanda telah terjadi dilatasi atau pelebaran semua pembuluh darahnya, menampakkan darah mengalir deras ke seantero tubuhnya. Kepalanya menengadah keatas sambil melenguh panjang. Terus aku sedot-sedot, aku pilin-pilin kedua putingnya dengan lidahku. Aku putar-putarkan lidahku menjelajahi semua daerah putingnya, makin mengeras sekali kedua putingnya (mungkin suaminya tidak pernah membuat sensasi seperti ini). Didorongnya kepalaku mengarah ke bawah dengan kedua tangannya yang halus dan aku tahu apa yang diinginkannya, tapi kembali birahinya benar-benar aku permainkan, aku ingin dia mendapatkan orgasme kedua kalinya. Aku acuh saja dan tetap menyedot kedua putingnya, sampai dia berteriak.
"Ohh.. geli, ngilu, kejang semua tulangku Rob, stop.. stop ngga kuat aku Say, udah.. udah..! Ahh.. hmm.. hmm.. ehh..", dengusnya sambil mengangkat dadanya.

Pelan-pelan aku lepaskan kedua puting susunya, ciumanku mulai turun ke sekitar pusarnya lagi, tangan kananku mulai meraba bibir vagina. 'Serangan fajar' mulai kuaktifkan, klitorisnya mulai aku sentuh dengan jari tengahku dan ciumanku di sekitar pusar dan bulu kemaluannya aku tingkatkan sambil aku sedot-sedot. Ini menaikkan aliran darah vaginanya. Jariku mulai masuk perlahan-lahan, mencari lubang pipisnya, terus masuk menjelajahi rongga-rongga labia minoranya. Secara refleks pantatnya terangkat keatas meminta agar terus disentuh. Pelan tapi pasti, jariku terus masuk dan naik ke atas klitoris bagian dalamnya, mencari pusat G-Spotnya. Dia berontak bukan marah tapi mungkin berontak, 'mengapa tidak dari tadi kau sentuh bagianku ini?'. (Siapapun wanita itu, kalau G-Spotnya sudah ditemukan dan dirangsang lembut, pasti akan terbang melayang diawan-awan dan dijamin 100% semprotan cairan kenikmatannya akan segera datang).

Kutemukan segumpal daging kecil seperti kutil, masih lembut dan halus dan lembek. Perlahan tapi pasti aku gosok-gosokkan jariku disekitar G-Spotnya, dan.. bagian itu mulai mengeras, tidak lagi lunak tapi mulai kasar permukaannya, bagaikan pasir mengeras, bergerigi dan membesar. Gerakan tubuh Henny sudah tak teratur dengan lenguhan panjang penuh birahi, pertanda semprotan kedua segera tiba.
"Ahh.. Oou.. ngilu Rob, ahh.. aku koq pingin pipis Rob, pipis Rob, pipis..! Rob.. tunggu, tunggu Rob, aku mau pipis nikmat..", rintihan birahinya.
"Pipiskan aja Say, keluarkan, semprotkan Say, muncratkan, nikmati Say..", bisikku mesra ke telinganya.
"Ngga kuat Rob.. ngga kuat! Ngga apa-apa to aku pipis?", tanyanya.
Gila.. pikirku, dia ngga pernah ngerasain pipis birahi? Gila.. apa yg dilakukan suamimu Hen.., keluhku dalam hati. Betapa menderitanya Henny tanpa pernah ada yang membahagiakan bathinnya.
"Aahh.. Ahh.., Rob.. aku pipis Rob..! Rob, tolongin aku Rob, ngilu Rob.., ngilu banget Rob! Ahh.. ahh..", teriaknya dengan histeris sambil tangannya mencakar punggungku kedua kalinya.
Cairannya menyembur keluar seperti yang pertama, kembali mengenai sofanya banyak sekali.
"Robby cayang, gila benar kamu Rob! Udah dua kali kamu buat aku mencapai puncak, meskipun Mr "P"-mu belum sempat menyelam lubang pipisku..", celoteh kekagumannya.
Aku biarkan dia mengoceh dengan kenikmatannya.
"Rob, aku lemes, panas! Keringatku banjir lho Rob.., bawa aku ke kamar, di kamar sejuk karena AC-nya udah aku hidupin dari tadi", sambil kedua lengannya menggelayut di pundakku pertanda minta kugendong manja.
"Okey tuan putri, demi bidadariku, aku siap melakukan perintah tuan", sahutku memanjakannya.
"Aku cayaang.. banget ama kamu Rob, kamu pintar banget puasin aku".
"Hen, itu baru ronde kedua dan belum apa-apa lho, masih kuat ngga?", tanyaku memancing nafsunya sambil menggendongnya dan masuk ke kamarnya.
Kamar yang sangat pribadi yang hanya boleh dimasuki oleh suami istri sah, saat ini aku menginjakkan kakiku di dalamnya. Gila, suasana kamarnya demikian romantis, ranjangnya dibungkus kelambu tipis seperti dalam film roman barat atau seperti kamar hotel bintang lima saja. Dindingnya penuh wallpaper bernuasa lembut dan romantis. Kasurnya sangat empuk dan 'mentul-mentul'.

Kuletakkan tubuhnya dengan lembut di ranjang, tapi lengannya tak mau lepas dari pundakku. Ditariknya aku mendekat dan diciumnya mataku dengan manja. Aku elus lembut betisnya, perlahan naik kepahanya dan aku stop sampai disitu dulu, memberi kesempatan dia melepas lelahnya. Dia nampaknya tidak setuju dan dia mengelus batang kemaluanku sambil tidur memandangku. Spontan penisku tegang. Dielusnya lembut naik turun penisku, nikmat sekali rasanya mendapatkan sentuhan seorang istri kesepian yang haus kenikmatan birahi. Matanya sayu menatapku dengan wajah meminta dilanjutkan di ranjangnya.
"Rob, kapan kamu keluarinnya. Sini aku hisap mau..?", pintanya memelas.
Batinku, 'Siapa yang ngga pingin? Tapi ntar dulu bidadariku. Aku akan bikin kamu bergetar lebih hebat dalam ronde ketiga, sampai habis cairan nikmatmu nanti'.
Karena elusan lembut tangannya pada buah zakarku, aku mengelinjang dan jujur saja nafsuku naik demikian hebat. Mataku sudah gelap, ingin segera kutembakkan penisku ke liang memeknya. Tapi alam sadarku masih main, aku bertekad bikin Henny benar-benar terkapar dan mencari kenikmatan terus dariku.

Henny telentang di tepi ranjang. Wajahku mulai kuturunkan ke kakinya. Henny heran dan melihatku ke bawah sambil meremas penisku tanpa sadar.
"Kamu mau ngapain cayang, koq ke kakiku?", tanyanya dengan heran.
Tanpa menjawab, aku teruskan program kerjaku ngerjain Henny, kapan lagi aku bisa tunjukkan kemampuanku memuaskan dia, pikirku. Aku ciumi ujung jarinya, aku hisap jempol kakinya.
"Ahh.. gelii..", reflek dia tarik kakinya menjauh dari mulutku.
"Aduh sayang.. nikmat sekali. Pintar juga kamu menaikkan birahiku", tambahnya sambil meremas penisku yang tak lepas dari genggamannya.
Aku tarik kembali kakinya dan kuteruskan menciumnya, terus naik ke betisnya. Dia mulai menggoyangkan kedua kakinya, bergerak kesana-sini. Aku tahu dia mulai terangsang lagi. Segera bibirku kuarahkan ke lututnya dan aku cium kuat-kuat sambil kupegangi agar tidak lepas dari ciumanku. Dia berontak hebat.
"Oouw.., geli..! Teknikmu banyak banget sih Rob, bisa gila aku ML ama kamu..", celotehnya penuh nafsu sambil mulai mengocok penisku lembut.

Aku teruskan ciumanku karena aku tahu dia menikmatinya dan lututnya diangkat ke atas sambil melenguh panjang. Tangan kiriku mulai meraba pahanya, pelan tapi pasti rabaanku menuju pangkal pahanya dan seperti mengerti dan memang menanti, dia buka lebar pahanya, sehingga terlihat klitorisnya yang memerah. Darah sudah mengumpul didaerah itu, pasti sensitifitasnya udah sangat tinggi. Jariku berputar-putar dibibir kemaluannya sambil sesekali seperti tanpa sengaja aku menyerempetkan tanganku ketengah vaginanya, dia menggelinjang manja seperti berharap terulang lagi. Setelah basah lututnya oleh air liurku dan penisku sudah ngga tahan karena elusan jarinya yang lembut, aku mengalihkan ciumanku ke pahanya. Nampak dia melenguh manja sambil kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan, tanda birahinya mendekati puncak. Pelan tapi pasti, kucium terus sampai menyentuh area lipatan pahanya yang menghubungkan bibir kemaluannya. Sebagian wanita, juga sangat mengharapkan daerah tersebut disentuh, dijilati dan dihisp-hisap. Kenikmatannya sungguh berbeda, mengantarkan ke puncak orgasme. Benar juga dia sudah mulai menggelinjang keras sambil mengangkat pantatnya, sehingga rambut halusnya menyentuh hidungku. Bibirku perlahan-lahan masuk ke wilayah rambut kemaluannya yang tipis. Bulu Henny tipis sekali, tidak terlalu lebat dan tidak kasar. Nampak sengaja bulu itu dirawatnya dengan baik dan harum bercampur aroma khas kewanitaannya mulai aku rasakan, menambah syahwatku meningkat. Kudenguskan nafasku ke liang vaginanya tanpa menyentuhnya dulu. Ini teknik juga untuk memancing agar sang wanita memburu dan setengah memaksa meminta agar menyentuhnya. Benar saja, dia sodorkan bibir kemaluannya ke mulutku kedua kalinya.

Langsung aku meresponsnya karena aku pikir sudah saatnya gelombang kenikmatan aku antarkan ketiga kalinya. Dengan kedua jariku, kubuka sedikit bibir kemaluannya, kutemukan klitorisnya, kukulum, kujilat dan.. kusedot-sedot. Wouw.. rekasinya sungguh dashyat, pantatnya melonjak keatas memukul gusi dan gigiku, luar biasa reaksi wanita yang sedang penuh birahi. Kulumat lembut ujung klitorisnya, merembet ke tepi bibirnya dan menuju bibir bawah yang menyambung ke anusnya. Kembali lonjakan histeris terjadi hingga dia berteriak keras.
"Rob.., ahh.. ahh.., aduhh.. ngga kuat, ayo masukkan, masukkan..", pintanya histeris.
Aku diamkan saja, aku goyang-goyangkan dan lidahku menari-nari di permukaan vagina Henny. Gerakan kakinya tak beraturan lagi, kepalanya ke kiri-ke kanan sambil jari tangan kiriku aku masukkan ke mulutnya. Disedot-sedotnya jariku sambil kadang digigitnya menahan kegelian klitorisnya yang kusedot-sedot.

Lidahku makin menjelajah lebih dalam ke rongga vaginanya, keatas-kebawah, sambil menari-nari. Cairan sudah mengalir namun orgasme belum tiba. Tangan kananku sedikit membantu membuka jalan agar lidahku bisa masuk jauh ke dalam, bila perlu sampai ke dekat G-Spotnya. Lidahku bisa masuk dan mulai naik ke bagian atas klitoris bagian dalam dan tak lama..!
"Robby.., aku mau pipis lagi Rob! Gila kamu Rob, kamu apain aku ini?", teriaknya sambil kukunya mencengkeram rambutku dan menekannya keras kepalaku lebih menempel ke liang vaginanya dan kakinya menjepitku.
"Crutt.. cruut.. cruut..! Ahh.. gila.. gila Rob, ngilu Rob..", cetusnya.
Seketika itu juga cairan itu muncrat dan masuk ke kerongkonganku. Asin, gurih, putih pekat dan nikmat sekali. Langsung kaki dan tangannya lepas mencengkeramku dan kini lemah terkulai diatas kasurnya. Cairan itu tidak sampai jatuh ke sepreinya, karena tertelan semua olehku. Aku mulai menjilati vaginanya, membersihkan cairan yang tersisa dan menelan semuanya.
"Ihh.. ngilu Rob.., kamu ngga jijik Rob?", tanyanya menatapku heran.
"Ngapain jijik ama cairan orgasmemu, kalau sayang, maka segalanya yang bisa menyenangkan hatimu, pasti aku lakukan", jelasku padanya.
"Kamu baik ya Rob! Aku ngga pernah lho dimimik ama suamiku. Apalagi mau sampai jilatin, wong orgasme sampai muncrat kayak tadi aja gak pernah", keluh kesahnya padaku sambil mengelus penisku.
"Kamu bikin aku gila beneran Rob! Nafsuku menggila, puncak kenikmatanku pertama kali gila kayak gini. Aku bisa tergila-gila ama kamu Rob..", tambahnya belum puas memujiku.
"Kamu belum tembakkan pelurumu, aku udah 3X orgasme, wah.. ceweq mana ngga gila ama kamu, Rob..!", celotehnya terus karena kepusan yang kuberikan.
"Aku ngga pernah main ama ceweq lain kecuali istriku", bantahku.
"Kalau malam ini sama siapa Rob, hayoo..!", sergahnya.
"Ohh, itu lain bidadariku. Berdosa aku kalao nggak memuaskan birahimu", jawabku.

Sambil saling memuji dan menyanjung, tanganku mulai memainkan putingnya lagi hingga terjadi denyutan di bibir vaginanya. Aku lihat handuk kecil di ujung ranjang. Aku tarik dan aku pergi ke toilet untuk memberikan sedikit air di handuk tersebut, lalu aku oleskan dengan lembut di vaginanya. Segera kukeringkan bibir kemaluannya dengan tiupan dari mulutku. Henny terkejut menggelinjang geli, mungkin sisa-sisa rasa ngilunya masih tersisa. Karena sudah ketiga kalinya aku membuat Henny orgasme, sudah menjadi kebiasaanku pada istriku, saatnya tiba babak terakhir dimana biasanya aku masukkan penisku ke liang kemaluan istriku. Dihadapanku ada Henny yang terkapar kenikmatan, sementara aku belum meraihnya, ini saatnya.

Langsung straight, ciumanku tertuju pada klitorisnya. Kujilati kiri dan kanan, atas dan bawah sampai pertemuan anusnya. Anusnyapun tak luput aku jilati. Disini Henny menjerit hebat sambil pantatnya terangkat. Cairan putih membasahi klitorisnya, aku hisap dalam-dalam sampai Henny berontak melompat.
"Rob.., ahh.. ooh.., geli Rob! Ayoo.. masukkan, aku capek Rob, please..", pintanya.
Aku naiki tubuhnya dan posisiku menindihnya. Spontan lengan Henny meraih penisku.
"Penismu gede banget cayang, ayoo masukin yach..", pintanya.
Digosok-gosokannya ke klitorisnya, turun ke bawah dekat anus, ke klitoris kembali, sedikit ditekan masuk dan ditarik keluar kembali.
"Ayoo cayang, aku udah ngga kuat. Ngga kebayang gimana ngilunya aku saat penismu yang besar ini nembus liang kenikmatanku..", pintanya.
Perlahan dituntunnya penisku ke arah liangnya, pelan dan dengan lembut aku bantu dorong masuk, agar Henny tidak terkejut dan nyeri karena penisku. Kutekan, kutarik, kutekan dan kutarik. Makin lama tekanannya makin dalam dan.. masuklah setengah penisku ke liang kenikmatannya.
"Oou.. sakit Say, pelan aja yach. Sini aku bantu", katanya meringis.
Karena sudah terlumasi oleh cairan kewanitaannya, cukup mudah penisku masuk walaupun agak sempit. Makin lama makin habis tertelan penisku dan Henny melenguh nikmat sambil matanya melek merem, kepalanya ke kiri dan kanan. Kudiamkan sejenak, ini teknik juga buat membuat wanita menderita menanti sodokan akhir. Henny mengangkat pantatnya meminta aku memulai sodokan mesra.

Kusodok pelan-pelan, bagaikan film slow motion.Ini membuat Henny merengkuh kenikmatan yang luar biasa. Biasanya kaum Adam kalau sudah begini digenjot seenaknya sendiri tanpa variasi kenikmatan pasangannya.
"Hayo.. Rob, aku udah ngga kuat..! Aku mau puncak lagi nikh", rengeknya.
Terasa penisku disedot-sedot di dalam lubang kenikmatannya, kuat sekali cengkeraman Henny sampai lututku terasa ngilu dibuatnya. Dipelintir, disedot tak karuan lagi rasanya, hanya nikamt surga kurasakan. Kugenjot makin kuat dan keras, terdengar bunyi ceplak.. ceplok.., karena basahnya bibir kenikmatan Henny. Selama 10 menit dengan posisi itu, Henny berteriak-teriak histeris karena penisku menyentuh mentok rongga dalam vaginanya. Seprei sudah acak-acakan dan cakaran-cakaran nikmat banyak tergores dipunggungku. Karena aku sudah lelah dan Henny juga loyo, tak terasa sudah 3 jam berlalu, dengan seluruh fantasiku, kupaksakan diri untuk segera orgasme. Dengan beberapa sodokan kilat, aku mengerang keras sambil menjambak rambut Henny. Demikian juga Henny mengerang keras makin menyedot-nyedot penisku di dalam, kedua pahanya menggapit pinggulku kuat sekali. Kepalanya bergoyang tak beraturan lagi.

"Ahh.. ahh.., Hen.. aku keluar Hen! Ahh.. Ohh.., ayo sama-sama, Hen..", pintaku.
Crott.. crott.. crott.., tembakan cairan spermaku keras menyembur di liang kenikmatan Henny. Demikian juga Henny.
"Robby.. Robby.., peluk aku Rob, nikmat Rob, nikmat sekali..", lenguhnya keras sekali.
Serr.. serr.. serr.., cairan itu dimuntahkannya. Terasa oleh penisku ada semburan hangat menerpa dan banyak sekali, deras..! Kami berdua lemas, lelah dan aku rebah disampingnya, diapun memiringkan tubuhnya tanpa mencabut penisku dari liang kenikmatannya.
"Robby, thanks berat yach! Aku ngga nyangka bisa orgasme 4X dalam sekali permainan. Kamu hebat bisa bikin aku gini. Aku takut kehilanganmu Rob, please jangan pernah lupakan aku yach..", cetusnya.
"Suamiku kalau ML denganku, ngga lebih dari 3 menit udah muncrat.., aku ngga pernah orgasme sekalipun, ini udah 7 tahun pernikahanku", keluhnya.
Tanpa terasa airmatanya menetes lagi dan kusuap dengan jariku penuh kasih sayang dan kuyakinkan dia bahwa aku akan selalu menyayanginya.
"Henny sayang, kapanpun kamu butuhkan aku, aku siap memuaskanmu. Suamimu di rumah, kamu call HP-ku, kita atur pertemuan di P Cottage yach..", pesanku.
Aku cabut penisku yg masih tegang dan kami berdua mengakhirinya dengan mandi bersama dan kami tidak jadi dinner karena sama-sama lelah dan terpaksa aku menginap di rumahnya sampai mentari menyingsing di ufuk timur. Bahagia sekali Henny pagi itu, bagaikan baru saja meraih piala Citra yang diidam-idamkan oleh para artis film Indonesia.

Demikian kisah nyataku dalam memenuhi birahi istri temanku sendiri dan akan kulanjutkan kisah asmaraku dengan Henny dalam episode berikutnya yang lebih seru dimana Henny merekomendasikan 2 temannya dengan status istri, untuk menikmati kebahagiaan seperti yang dirasakannya.

Tamat

- Copyright © CERITA SEKS TAHUN 2015 EDISI BULAN FEBRUARI - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -